Tradisi unan-unan juga menjadi simbol toleransi antarumat beragama di Tengger, Jawa Timur yang masih dijaga sampai sekarang.
Suku Tengger di Jawa Timur merupakan salah satu masyarakat adat yang masih mempertahankan tradisi dan budaya. Salah satunya adalah unan-unan atau upacara untuk melengkapi bulan yang hilang dan kemudian kembali utuh. Tradisi ini digelar tiap lima tahun sekali dalam hitungan kalender Tengger.
Dilansir dari laman Indonesia.go.id, Unan-unan digelar sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Tengger kepada alam karena telah memberikan kehidupan selama ini. Tradisi dilakukan dengan mempersembahkan sesaji berupa kepala kerbau. Masyarakat Tengger percaya, kerbau merupakan binatang pertama yang muncul di bumi.
Tradisi ini telah dijalankan sejak berabad silam dan masih lestari sampai sekarang. Di tahun 2024, masyarakat Tengger yang mayoritas adalah pemeluk Hindu Bali kembali menggelar unan-unan. Upacara dilakukan di kawasan dataran tinggi Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru.
Saat perayaan, masyarakat desa di dekatnya yaitu, Kabupaten Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, dan Malang menyiapkan sesaji. Sesaji berupa 100 tusuk sate, 100 jenis jajanan pasar hingga 100 tumpeng yang digabung dengan kepala kerbau utuh.
Sesaji diletakkan di dalam keranda berbentuk tubuh kerbau atau dikenal sebagai ancak. Menjelang siang, sesaji akan diarak ke lokasi persembahyangan diikuti seluruh warga. Arak-arakan diiringi dengan alunan musik tradisional seperti gong, kendang, dan suling.
Tidak hanya masyarakat yang beragama Hindu Bali saja yang ikut, warga Islam dan Buddha juga turut meramaikan tradisi ini. Upacara unan-unan ini juga menunjukkan kuatnya toleransi di antara sesama anak keturunan suku Tengger.
Simbol Toleransi
Unan-unan digelar sebagai permohonan agar diberikan keselamatan dan terhindar dari bencana. Disamping itu, tradisi ini juga menjadi sebuah keharusan untuk menjaga keharmonisan yang diberikan alam kepada suku Tengger selama ini.
Seperti diketahui, suku Tengger memiliki sistem kalender penanggalan yang unik. Dalam satu menurut kalender mereka terdiri dari 13 bulan. Unan-unan sendiri berasal dari kata una yang bermakna memperpanjang.
Baca juga: Nyadran, Warisan Masa Depan Suku Tengger
Tokoh Hindu Bali asal Tengger, Timbul Oerip mengungkapkan, unan-unan juga menjadi simbol toleransi antarumat beragama yang masih dijaga sampai sekarang. Mereka bergotong royong menyiapkan seluruh perlengkapan sesaji termasuk membangun ancak. “Kami memegang teguh pesan orang tua dan leluhur agar terus menjaga kerukunan hidup dan hubungan lintas iman,” terangnya.
Kerukunan dan toleransi itu dibuktikan dengan gotong royong ketika mendirikan rumah-rumah ibadah. Di samping itu, dalam mendirikan rumah ibadah tiap agama mereka membangunnya saling berdekatan, namun tetap saling menghormati.
Kendati merupakan sebuah upacara adat, tradisi unan-unan juga berpotensi menyedot perhatian wisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara karena keunikan dan penyelenggaraannya yang dilakukan tiap lima tahun.