Tanam Sasi merupakan upacara adat kematian suku Marind di Kabupaten Merauke, Papua. Upacara dilakukan dengan menanam sasi atau sejenis kayu selama 40 hari setelah kematian seseorang. Kemudian setelah 1.000 hari akan dicabut kembali.
Upacara Adat Tanam Sasi selalu digelar suku Marind, yang mendiami wilayah Papua Barat. Dampak diperkenalkannya tradisi ini adalah hasil ukiran kayu khas Papua menjadi terkenal ke mancanegara.
Sasi bukan hanya kayu biasa, namun memiliki arti khusus tersendiri bagi suku Marind.
- Pertama ukiran pada kayu sasi melambangkan kehadiran para leluhur.
- Kedua, tanda keadaan hati bagi masyarakat Papua, yang menyatakan rasa sedih dan bahagia.
- Ketiga, simbol kepercayaan dari masyarakat melalui motif manusia, hewan, dan tumbuhan.
- Keempat, melambangkan keindahan dan kenangan nenek moyang yang diwujudkan dalam bentuk karya seni dan mahakarya.
Baca juga: Menggali Makna Tradisi Bakar Batu Masyarakat Papua
Prosesi Tanam Sasi
Dalam upacara Tanam Sasi, juga ditampilkan tarian tradisional yang dinamakan Tari Gatsi, salah satu tarian khas suku Marind. Makna tarian ini adalah selalu mematuhi adat budaya yang ada di masyarakat dan melestarikan tradisi mereka.
Selama pertunjukan, akan diiringi alat musik tradisional dari Papua yaitu Tifa. Alat musik ini sendiri berbentuknya seperti gendang kecil yang terbuat dari kayu susu. Prosesi Tanam Sasi dimulai dengan pengurusan jenazah terlebih dahulu.
Sama seperti suku Asmat, jenazah diolesi bahan alami yang membuat seluruh tubuh jenazah berwarna hitam. Posisi jenazah dalam keadaan duduk, dan siap diletakkan dalam perapian.
Ritual Potong Jari
Biasanya terdapat ritual tambahan seperti memotong ruas jari tangan, lalu diakhiri dengan nyanyian khas dari Papua. Ritual memotong ruas jari bila melihat sisi kemanusiaan memang sangat tidak wajar.
Namun, bagi masyarakat Papua hal itu merupakan simbol kepedihan mendalam atas keluarga yang telah meninggal. Setelah itu dilanjutkan dengan upacara adat kematian 3 hari hingga 40 hari.
Pada waktu 40 hari setelah kematian, diadakan rapat keluarga untuk menentukan waktu tanam sasi. Tradisi ini bisa dilakukan di kebun kelapa, kali, atau dusun sagu, tergantung kesepakatan rapat. Selama 1000 hari sasi tidak boleh diambil.
Kemudian, setelah 1000 hari keluarga yang berduka sasi bisa diambil. Sasi dapat diambil dengan melakukan ritual pesta adat. Pencabutan sasi dilakukan dengan cara melepas tanda tali. Kemudian melakukan panen dan makan bersama.
Hingga kini upacara adat kematian tanam sasi masih dilestarikan di Merauke, Papua secara turun temurun. Upacara ini menjadi suatu keunikan tersendiri yang tidak bisa ditemukan di daerah lain. (Dari berbagai sumber)