By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Filosofi Penjor, Wujud Syukur Umat Hindu di Hari Raya Galungan
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Warisan Budaya > Filosofi Penjor, Wujud Syukur Umat Hindu di Hari Raya Galungan
Warisan Budaya

Filosofi Penjor, Wujud Syukur Umat Hindu di Hari Raya Galungan

Achmad Aristyan
Last updated: 04/01/2025 05:07
Achmad Aristyan
Share
Penjor khas Bali yang dipasang saat perayaan Hari Raya Galungan. Foto: Kintamani.id
SHARE

Dalam tradisi Hindu di Bali, Penjor menjadi elemen penting dalam perayaan Hari Raya Galungan. Sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Hyang Widi Wasa atas kemakmuran yang diberikan.

Ornamen ini dipasang di depan rumah, kantor, dan tempat usaha sejak beberapa hari menjelang Galungan. Perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan diperingati setiap enam bulan sekali atau 210 hari sekali berdasarkan Kalender Saka Bali.

Kemeriahan hiasan ini kerap menjadi penanda kesiapan umat Hindu menyambut hari besar. Penjor adalah batang bambu tinggi dengan ujung melengkung yang dihiasi berbagai aksesori. 

Berdasarkan fungsi dan atributnya terbagi menjadi dua jenis penjor yaitu yang sakral dan hiasan. Masing-masing memiliki tujuan dan aturan pemasangan yang berbeda.

Baca juga: Ngurah Gede Pemecutan, Pelopor Seni Lukis Sidik Jari dari Bali

Atribut Spiritual

Melansir dari Kompas, Penjor sakral dipasang dalam waktu, tempat, dan kondisi tertentu yang berkaitan erat dengan pelaksanaan upacara adat. Penjor jenis ini dilengkapi dengan berbagai atribut yang memiliki makna spiritual.  

Pertama, batang bambu simbol kekuatan Dewa Brahma. Kemudian, janur atau daun enau melambangkan kekuatan Hyang Mahadewa, dan kelapa simbol kekuatan Hyang Rudra.  

Selain itu, terdapat tiga jenis hasil bumi yang turut melengkapi penjor sakral, yaitu pala bungkah seperti umbi-umbian yang melambangkan kekuatan Dewa Wisnu, pala gantung seperti buah-buahan (misalnya kelapa dan nanas), serta pala wija berupa biji-bijian seperti padi dan jagung.  

Penjor sakral juga dilengkapi dengan sanggah ardha chandra, yaitu sebuah tempat sesajian berbentuk kotak bambu melengkung yang melambangkan Dewa Syiwa.

Sebagai pelengkap, ornamen ini dihiasi dengan jajan tradisional, uang kepeng, serta sesaji lainnya.  

Keseluruhan bentuknya  yang menjulang tinggi melambangkan Gunung Agung sebagai pusat kehidupan dan sumber kesejahteraan. Sementara itu, komponennya merepresentasikan anugerah kekuatan para dewa kepada umat manusia.

Baca juga: Menelusuri Nilai Filosofis dan Estetis di Balik Rumoh Aceh

Elemen Estetika 

Dilansir dari Detik, penjor hiasan lebih fleksibel dalam pemasangannya serta tidak memiliki baku dan aturan ketat terkait waktu dan tempatnya.

Meski begitu, beberapa atribut khas penjor sakral, seperti sanggah ardha chandra, tidak boleh digunakan dalam penjor hiasan agar tetap menghormati makna sakralnya.

Menjga Keseimbangan Alam

Melansir dari Wikipedia, sebagai simbol syukur atas anugerah Tuhan, penjor mencerminkan harmoni antara alam, manusia, dan Sang Pencipta.

Tidak hanya menjadi ornamen yang memperindah suasana, namun juga mengingatkan umat Hindu pentingnya menjaga keseimbangan alam dan bersyukur atas segala nikmat yang diterima.

Dalam setiap perayaan Galungan, kehadiran penjor menjadi wujud nyata penghormatan kepada para dewa, sekaligus pengingat akan kekayaan budaya Bali yang penuh makna spiritual.

Tradisi ini tidak hanya melestarikan adat istiadat, tetapi juga memperkuat ikatan masyarakat dalam kebersamaan dan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

You Might Also Like

Legenda Dadung Awuk dan Jaka Tingkir dalam Seni Teater

Tahu Takwa, Ikon Kuliner Kediri yang Eksis Sejak 1912

Menelusuri Makna Filosofi di Balik Motif Batik Khas Indonesia

Wadi Patin, Olahan Ikan Fermentasi Khas Palangkaraya

Sindang Reret, Spesialis Makanan Sunda Legendaris

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Achmad Aristyan
Content Writer
Previous Article Menelusuri Nilai Filosofis dan Estetis di Balik Rumoh Aceh
Next Article Poster Karya Ilustrator Purwokerto Muncul di Akun Resmi FIFA
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?