Komunitas Sedulur Sikep, dikenal sebagai Orang Samin, merupakan kelompok masyarakat adat di Blora, Jawa Tengah, yang memegang ajaran yang dikembangkan Samin Surosentiko.
Ajaran ini muncul sebagai respon terhadap dominasi kolonial Belanda dan eksploitasi kapitalisme pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20.
Ajaran Samin: Hidup Sederhana dan Bermartabat
Melansir dari blorakab.go.id, ajaran utama Samin berfokus pada prinsip kehidupan sederhana, kejujuran, dan kebebasan dari ikatan luar, termasuk menolak otoritas negara. Beberapa nilai yang mereka junjung tinggi antara lain:
- Urip (hidup): Terbagi dua elemen yaitu manusia (wong) dan kebutuhan pokok (sandang pangan).
- Tujuan aktivitas manusia: Semua kegiatan diarahkan pada tatane wong (melahirkan generasi manusia) dan toto nggaoto (mengolah pangan dan sandang).
- Janji dan kejujuran: Memegang teguh janji dan menghindari pengkhianatan terhadap orang lain.
- Pandangan terhadap negara dan agama: Ajaran Samin menolak konsep negara, pajak, strata sosial (kawulo-gusti), bahkan konsep Tuhan dan neraka dalam agama konvensional.
Baca juga:vSejarah Blora, Dari Kadipaten Jipang hingga Gerakan Samin
Tradisi Pernikahan dan Kehidupan Sosial
Dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, dalam tradisi Samin, pernikahan hanya membutuhkan persetujuan dan kesaksian orang tua tanpa melibatkan naib atau Kantor Urusan Agama (KUA).
Pandangan ini menegaskan penolakan mereka terhadap struktur formal.
Komunitas Sedulur Sikep memiliki kebiasaan yang unik dan berbeda dari masyarakat pada umumnya. Mereka memilih untuk tidak bersekolah dan tidak mengenakan peci, melainkan kain yang diikatkan di kepala sebagai penutup.
Pakaian khas mereka terdiri dari baju lengan panjang tanpa kerah dan celana hitam komprang yang panjangnya hanya sebatas lutut. Sebagai bentuk penolakan terhadap kapitalisme, komunitas ini juga pantang untuk berdagang.
Selain itu, mereka menjunjung tinggi prinsip monogami dan tidak mempraktikkan poligami.
Hukum Adat dalam Sedulur Sikep
Melansir dari regional.kompas.com, masyarakat Sedulur Sikep mengatur kehidupan mereka berdasarkan tiga prinsip hukum adat yang dikenal sebagai:
- Angger-angger praktikel: Aturan tentang tindakan sehari-hari.
- Angger-angger pangucap: Hukum terkait ucapan atau komunikasi.
- Angger-angger lakonana: Ketentuan tentang apa yang harus dijalankan dalam kehidupan.
Isolasi dan Penolakan terhadap Hukum Negara
Komunitas Sedulur Sikep cenderung hidup terisolasi dan menolak hukum ketatanegaraan. Mereka mengembangkan aturan dan nilai-nilai yang lebih relevan dengan kebutuhan komunitas, mencerminkan perlawanan mereka terhadap kolonialisme dan kapitalisme.
Meskipun jumlahnya tidak banyak, ajaran dan gaya hidup Sedulur Sikep tetap lestari hingga saat ini. Sebagai salah satu warisan budaya lokal yang kaya makna, komunitas ini memberikan gambaran unik tentang keberagaman budaya dan kearifan lokal di Indonesia.