Tahu Sumedang menjadi salah satu panganan yang sangat dikenal di Indonesia. Selain memiliki rasa yang nikmat, tahu juga merupakan sumber protein nabati yang terjangkau harganya. Umumnya, tahu berwarna putih atau kekuningan, dengan tekstur yang sangat lembut dan berbentuk kotak, sesuai dengan arti kata “tahu” itu sendiri.
Dalam kajian berbagai sumber, diketahui bahwa istilah “tahu” merupakan serapan dari bahasa Tionghoa, yaitu “tao hu” atau “teu hu,” di mana “tao” berarti kacang kedelai dan “hu” berarti lumat atau menjadi bubur.
Dengan demikian, tahu diartikan sebagai kacang kedelai yang diolah menjadi bubur, yang menjelaskan mengapa tahu yang berbentuk kotak ini terasa empuk saat digigit.
Tradisi makanan ini menunjukkan asal-usulnya yang erat kaitannya dengan bangsa Tionghoa yang sudah menjalin hubungan perdagangan ke Nusantara jauh sebelum kedatangan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) pada abad ke-17.
Kisah tahu Sumedang tidak lepas dari keberadaan imigran Tiongkok di Jawa Barat. Pada awal abad ke-20, seorang imigran bernama Ong Kino bersama istrinya menetap di Sumedang.
Dikenang oleh generasi kelima keturunannya, Edric Wang, Ong Kino awalnya membuat tahu bukan untuk dijual, melainkan untuk membahagiakan istrinya yang merindukan masakan tradisional Tiongkok. Karena kasih sayangnya, ia pun memutuskan untuk membuat tahu sendiri.
Kini, berawal dari para perajin imigran asal Tiongkok, perajin tahu Sumedang telah menyebar luas, bahkan banyak penduduk lokal yang mahir membuat tahu.
Tidak hanya di Sumedang, para perajin tahu kini juga dapat ditemukan di luar daerah tersebut. Meskipun zaman terus berubah, tahu ini tetap eksis dan banyak diminati hingga saat ini
Baca juga: Cerita Panjang Warisan Budaya dari Sepotong Tahu Sumedang – emmanus.com