By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Menyambut Tahun Baru Islam dengan Tradisi Jenang Suran
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Tradisi > Menyambut Tahun Baru Islam dengan Tradisi Jenang Suran
Tradisi

Menyambut Tahun Baru Islam dengan Tradisi Jenang Suran

Ridwan
Last updated: 12/02/2025 04:15
Ridwan
Share
4 Min Read
Proses pembagian jenang suran Foto: warta.jogjakota.go.id
SHARE

Tradisi Jenang Suran, di Pura Mangkunegara  telah dilaksanakan secara resmi sejak kepemimpinan Mangkunegara VI .

Tradisi ini biasanya digelar dalam rangka menyambut tahun baru Islam yang maknanya untuk mendapatkan rahmat, keselamatan, dan sebagai rasa bersyukur kepada Tuhan 

Tanggal 1 Muharram atau tahun baru Islam atau dikenal oleh masyarakat Jawa sebagai malam 1 Suro.

Sebagian besar masyarakat Jawa memandang bulan ini sebagai sesuatu yang sakral dan penuh berkah. Salah satu tradisi yang dilakukan untuk menyambut bulan ini adalah tradisi jenang suran. 

Awal Kisah Tradisi Jenang Suran

Menurut beberapa sumber, setiap daerah memaknai tradisi ini secara berbeda-beda.

Makna pertama dikatakan bahwa awalnya tradisi ini dilakukan untuk memperingati peristiwa selamatnya Nabi Nuh serta pengikutnya dari bencana banjir besar. 

Setelah semuanya selamat, mereka mulai mencari sisa-sisa makanan yang bisa dimakan seperti ketela dan sisa beras yang hancur. Maka agar sisa makanan itu cukup untuk dimakan semua orang, maka dibuatlah bubur dengan tambahan lauk seadanya. 

Makna lainnya, jenang suran berawal dari sajian yang diberikan Fatimah, puteri Nabi Muhammad SAW, kepada kedua putranya yaitu Hasan dan Husein yang sudah meninggal karena kurangnya pasokan makanan akibat peperangan yang berlangsung selama berhari-hari.

Umi Salamah sebagai nenek dari Hasan dan Husein ingin memberikan makanan persembahan.

Karena sedang dalam masa sulit dan tidak memiliki banyak persediaan makan, ia membuat makanan dari bahan apa saja yang berhasil dikumpulkan. Kemudian makanan tersebut dijadikanlah bubur. 

Bentuk Rasa Syukur

Di Pura Mangkunegara, tradisi ini dilakukan secara resmi sejak kepemimpinan Mangkunegara VI. Pada masa kepemimpinan Mangkunegara VI banyak sekali perkembangan yang cukup pesat dari berbagai aspek, mulai dari kesenian, politik, agama, sosial dan budaya. 

Dari segi budaya dan tradisi, perkembangan yang dilakukan adalah dengan diresmikannya tradisi Jenang Suran sebagai salah satu tradisi yang wajib dilakukan setiap tahun.

Menjelang malam 1 Suro, para Abdi Dalem juru kunci Makam Raja-raja Mataram di Kotagede akan menggelar tradisi Jenang Suran.

Tradisi ini dilaksanakan di Pelataran Kompleks Makam Raja-raja Mataram Kotagede yang berada di Jagalan, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul.

Tradisi Jenang Suran atau jenang panggul merupakan bentuk rasa syukur atas kepada Tuhan Yang Maha Esa. Lebih lanjut, inti dari tradisi ini sejatinya hanya pemanjatan doa-doa atau tahlilan. 

Prosesi Jenang Suran

Prosesi tradisi ini diawali dengan arak-arakan ubo rampe oleh para Abdi Dalem.

Adapun jenang pangul sendiri bermakna memanggul yang diartikan bahwa abdi dalem dan masyarakat yang datang bisa kuat memanggul beban hidup di tahun yang baru. 

Ubo rampe tersebut terdiri dari jenang suran, tumpeng nasi kuning, sayur kari kubis, serta ingkung ayam kampung.

Setelah itu, acara dilanjut dengan melantunkan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW serta zikir dan doa di depan pintu gerbang utama Makam dari Panembahan Senopati.

Pada akhir ritual tradisi ini, para Abdi Dalem akan membagikan kurang lebih sekitar 1.000 porsi Jenang Suran kepada masyarakat yang mengikuti prosesi dari awal hingga akhir. 

Sebagian masyarakat menganggap jenang yang dibagikan sebagai berkah dalam menyambut malam tahun baru Islam. (Anisa Kurniawati– Sumber: budaya.jogjaprov.go.id)

You Might Also Like

Tuk Sikopyah, Tradisi Melestarikan Mata Air Gunung Slamet

Tradisi Badabus Dari Ritual Kebatinan Ke Seni Beladiri

Prosesi 12 tahunan Gotong Toapekong Wariskan Tradisi

Perang Obor, Tradisi Kearifan Lokal Di Jepara

Tradisi Unik Perkawinan Dayak Meratus Masih Lestari

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Ridwan
Content Editor
Previous Article Tuti Maryati, Bintang Musik Keroncong Indonesia
Next Article Aldi Satya Mahendra Catat Sejarah, Juara Dunia WSSP300
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?