Karya seni punya keistimewaan tersendiri bagi seniman dan juga penikmatnya, seperti dirasakan Amalia Pradifera. Tak hanya menyalurkan hobi dan bakat, melalui seni dan karyanya dia dikenal luas. Bahkan kreasi dan ilmunya bisa menghasilkan.
Amalia, seniman berusia 26 tahun ini dikenal dengan kreasinya memanfaatkan keramik sebagai objek melukis. Tentu tak mudah menghasilkan coretan tinta indah, agar menjadi karya seni bernilai tinggi.
Wanita yang akrab disapa Amel itu bilang, kecintaan terhadap seni lukis sudah tumbuh dalam dirinya sejak usia 6 tahun. Saat itu, di lingkungannya banyak wadah untuk orang yang menunjukkan kreativitasnya melalui lukisan.
“Sejak kecil sudah mulai melukis, kebiasaan ini sampai sekarang,” ujar Amel, Sabtu (7/9) saat berbincang di Kemenpora, Jakarta, Sabtu (7/9) seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Seiring berjalan waktu, Amalia Pradifera membuka usaha Clay Cafe di kawasan Tebet, Jakarta. Tempatnya berupa studio. Disana pengunjung bisa menuangkan imajinasi melalui coretan lukisan apa saja. Medianya bisa berupa gelas, mangkuk, hingga celengan.
“Clay Cafe diluncurkan pada 2023 lalu. Konsepnya adalah melukis keramik. Ternyata sangat ramai dan antusias masyarakat luar biasa, mulai dari anak-anak sampai yang dewasa ada,” terang Amel.
Alumni mahasiswi Universitas Indonesia itu menjalankan bisnisnya tak sendirian. Dia berkolaborasi dengan pabrik rumahan untuk mendapatkan bahan keramiknya.
Selain di Clay Cafe, Amel juga aktif dalam berbagai kegiatan workshop yang diselenggarakan pihak swasta. Bahkan di sejumlah sekolah pun dilakoninya.
Dia senang anak-anak sejak dini sudah mengenal lukisan. Sebab saat itulah mereka menuangkan sisi kreativitasnya dengan melukis. “Untuk saat ini workshop seputar di Jabodetabek. Tapi pernah suatu waktu ngisi acara di Bandung dan Bali,” terangnya.
Amel berharap kedepan akan banyak wadah melukis keramik. Sebab, diberbagai negara hal ini sangat banyak dijumpai.
“Misalnya di Kanada, Australia itu banyak. Bahkan barang-barangnya mereka itu impor. Saya tahu karena pernah coba untuk menjelajah kesana. Nah sedangkan disini (Indonesia) kita itu ada, tak perlu susah untuk mencarinya. Jadi saya ingin hal seperti ini dimanfaatkan,” pungkasnya.(Foto: Kemenpora)