Kuliner Wonosobo dikenal beragam dan memiliki keunikannya masing-masing. Salah kuliner tradisional unik yaitu Bucu Pendem yang berasal dari Desa Erorejo, Kecamatan Wadaslintang, Wonosobo.
Tradisi merayakan sebuah acara dengan makan nasi tumpeng mungkin sudah biasa. Namun berbeda dengan Desa Erorejo yang menyajikan kuliner Bucu Pendem.
Kata Bucu sendiri memiliki makna nasi yang dibentuk kerucut atau lebih dikenal dengan istilah tumpeng. Sedangkan pendem berasal dari bahasa Jawa yang artinya terpendam. Secara harfiah, bucu pendem adalah sajian nasi yang di dalamnya terdapat ayam panggang utuh.
Makna Filosofi Bucu Pendem
Bucu Pendem biasanya disajikan ketika terdapat acara-acara hajatan, selamatan, atau acara adat lainnya. Secara keseluruhan hidangan ini memiliki makna filosofi yang mendalam. Misalkan mulai dari ayam panggang yang digunakan harus jenis ayam jengger (Ayam jantan yang belum menjadi jago).
Menurut Tri, salah satu warga Desa Erorejo, menjelaskan bahwa pemilihan ayam jengger ini sebagai simbol yang melambangkan keberanian dan semangat. Uniknya ketika dimasak bagian paruhnya diikat dengan serai.
Artinya kita sebagai manusia harus selalu menjaga lisan agar selamat dunia dan akhirat. Kemudian bagian kaki ayam juga ditekuk sebagai wujud syukur kepada Tuhan. Di dalam nasi juga terdapat serundeng yang terbuat dari kelapa.
Pohon kelapa sendiri dari akar, buah, pohon, sampai daunnya semua berguna. Sehingga ketika manusia hidup hendaknya dapat bermanfaat bagi orang lain. Keunikan lainnya yaitu ayam panggang itu dipendam dalam nasi. Sehingga hanya menampakkan nasinya saja.
“Dipendem itu termasuk untuk rendah diri. Jadi dilihat dari luar hanya bucu, tapi begitu kita buka isinya ternyata mewah juga, ada dagingnya. Mewah dalam bentuk daging, dalam bentuk rasa, dalam bentuk filosofi” jelas Tri.

Dalam acara selamatan atau hajatan, setelah doa bersama selesai kemudian nasi bucu yang masih berbentuk ditumpahkan ke atas daun pisang. Lalu, nasi tersebut dibagi rata kepada semua yang hadir. Sehingga semuanya mendapatkan bagian yang sama.
Menurut Tri, tradisi Bucu Pendem perlahan mulai menghilang. Hal ini karena disebabkan perkembangan zaman dan perubahan generasi. Tri berharap supaya tradisi seperti ini terus dilestarikan karena merupakan identitas bangsa.
“Pelestarian itu memang biasanya hilang seiring perkembangan zaman dan perubahan generasi. Maka dari itu, di sini untuk acara-acara tentu masih menggunakan tradisi ini. Selain itu, kita juga melestarikan ke generasi selanjutnya supaya tidak hilang.” Tri melanjutkan.
“Maka dari itu, dengan adanya tradisi baik yang terus dilestarikan, kita berharap nanti generasi muda juga akan menemukan nilai-nilai baik dari tradisi yang sudah ada.” pungkas Tri.