Tidak banyak masyarakat yang tahu di jantung Kota Singaraja, Bali ada Museum Gedong Kirtya yang menyimpan kekayaan budaya dan warisan leluhur luar biasa. Museum Gedong Kirtya atau Museum Lontar, meski terletak di pusat kota, sering kali terlewatkan oleh warga dan wisatawan.
Sejarah dan berbagai koleksi yang ada di dalam museum ini dikupas dalam acara Bincang Komunikasi, di Singaraja, BaliSelasa (27/8/2024).
Dikutip dari Infopublik.id, hadir sebagai narasumber Kepala UPTD Gedong Kirtya, Dewa Ayu Putu Susilawati dan Staf Pengelola Museum Putu Suarsana. Mereka membagikan cerita menarik tentang sejarah dan keunikan museum lontar yang memancarkan pesona budaya Bali, khususnya di Buleleng.
Gedong Kirtya didirikan dua tokoh Belanda, Van der Tucht dan Lievring, 2 Juni 1928. Mereka terpesona kekayaan budaya Buleleng. Museum resmi dibuka untuk umum 14 September 1928, yang kini diperingati sebagai Hari Jadi Gedong Kirtya. Sejak saat itu, Gedong Kirtya terus berperan penting dalam melestarikan naskah-naskah lontar kuno yang sarat dengan pengetahuan dan tradisi leluhur.
Dewa Ayu menyatakan, Gedong Kirtya tidak hanya berbeda dibanding museum umum di Bali, tetapi juga menempati posisi istimewa sebagai salah satu dari sedikit museum yang khusus mengoleksi dan merawat lontar. Selain lontar, koleksi museum ini mencakup buku-buku tua dalam bahasa Inggris, Jerman, dan Perancis, menjadikannya pusat warisan budaya yang kaya dan unik.
“Pada tahun 2023, Gedong Kirtya mendapat pengakuan nasional dengan dinominasikan sebagai museum terunik di Indonesia. Meski hanya sebagai nominasi, ini menunjukkan apresiasi luas terhadap upaya pelestarian budaya luar biasa yang dilakukan di Buleleng,” ungkap Dewa Ayu.
Menghadapi tantangan zaman, Gedong Kirtya telah memulai proyek digitalisasi sejak tahun lalu. Dari total 2.064 lontar yang dimiliki, sebanyak 459 lontar telah berhasil didigitalisasi. Proses ini menjadi tonggak penting dalam upaya menjaga warisan budaya agar tetap hidup dan dapat diakses oleh generasi mendatang.
“Digitalisasi ini tidak hanya melindungi lontar dari kerusakan fisik, tetapi juga memperluas akses publik melalui situs web pedalsepeda.bulelengkab.go.id, memungkinkan siapa saja untuk mempelajari koleksi museum sebelum berkunjung,” ungkap Dewa Ayu.
Selain itu, Gedong Kirtya juga giat dalam mengalih aksara dan mengalih bahasa lontar meskipun proses ini masih menghadapi berbagai tantangan. Namun, komitmen untuk menjaga dan mempromosikan warisan budaya tetap menjadi prioritas utama.
Sadar akan pentingnya pendidikan budaya sejak dini, Gedong Kirtya memperkenalkan program edukasi bagi siswa SD dan SMP. Melalui kunjungan ke museum, anak-anak diajarkan tentang apa itu lontar, cara membacanya, serta pentingnya menjaga dan melestarikannya. Program ini bertujuan menumbuhkan rasa cinta dan tanggung jawab terhadap warisan budaya sejak usia dini.
Dewa Ayu juga menekankan keterbukaan museum terhadap masyarakat yang memiliki lontar kuno. Gedong Kirtya siap membantu dalam hal alih bahasa, cara perawatan, hingga digitalisasi dan pembuatan duplikasi lontar jika diizinkan.

Sementara itu, Putu Suarsana, menjelaskan proses konservasi fisik di museum ini dilakukan dengan sangat teliti. Setiap lontar dibersihkan dari debu menggunakan minyak sereh, kemudian diangin-anginkan untuk memastikan kondisi lontar tetap baik. Untuk mengembalikan warna hitam pada lontar, digunakan kemiri bakar. “Ini adalah proses sederhana namun sangat penting untuk menjaga keutuhan lontar,” ujar Suarsana.
Gedong Kirtya terbuka untuk umum sejak Senin hingga Kamis pukul 08.00 hingga 15.00 WITA, dan pada hari Jumat sejak pukul 08.00 hingga 12.30 WITA.
Pengunjung dapat melihat langsung proses perawatan dan konservasi lontar, meskipun akses untuk menyentuh lontar dilakukan dengan sangat hati-hati demi menjaga keutuhan manuskrip.
Saat ini, Gedong Kirtya terus menjadi penjaga warisan budaya Bali yang kaya, memastikan bahwa peninggalan ini tetap relevan dan dihargai di tengah perkembangan zaman.