Sam Ratulangi adalah seorang politikus, penulis, dan guru. Selain itu, dia matematikawan serta doktor ilmu pasti pertama di Indonesia. Sosoknya dikenal sebagai tokoh multidimensional yang memiliki peran penting bagi bangsa dan sejarah Indonesia.
Pahlawan Nasional ini lahir 5 November 1890 di pinggir Danau Tondano, Minahasa Timur.
Dilansir dari esi.kemdikbud.go.id, Ayahnya, Jozias Ratulangi, adalah kepala sekolah di Hoofdenschool (sekolah pembesar pribumi di Indonesia Timur). Sementara ibunya, Agustina Gerungan, putri dari seorang majoor (kepada distrik) Tondana-Toulian bernama Gerungan.
Perjalanan Pendidikan Sam Ratulangi
Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi memulai pendidikannya di sekolah dasar Europese Lagere School (ELS) pada 1898 di Tondano, Sulawesi Utara.
Pada usia 14 tahun, karena ingin menjadi dokter, ia masuk STOVIA di Batavia. Namun, minatnya kemudian beralih ke Sekolah Teknik Koninginlijke WS dengan jurusan mesin dan lulus pada 1908.
Setelah lulus, dia sempat menjadi ahli mesin di Jawatan Kereta Api di Jawa Barat selama dua tahun. Kemudian, dia menempuh pendidikan di Amsterdam mengambil jurusan Ilmu Alam (Matematika dan Fisika) di Vrije Universiteit van Amsterdam.
Selama menjadi mahasiswa di situ, Ratulangi banyak mengikuti organisasi pergerakan. Dia juga banyak menulis dalam majalah seperti De Indier, De Nieuwe Amsterdammer, dan kemudian Rotterdamsch Handelsblad.
Namun, pada 1915, Sam Ratulangi yang siap menempuh ujian, ditolak pihak universitas karena tak memiliki ijazah SMA umum. Kemudian ia pindah belajar ke Universitas Zurich. Sam lulus dengan gelar Doktor der Natur-Philosophie untuk Ilmu pasti dan Ilmu Alam di Universitas Zürich pada tahun 1919.
Terjun ke Dunia Politik
Sam Ratulangi kemudian kembali ke Indonesia. Mula-mula dia mengajar selama sekitar tiga di Princes Juliana School di Yogyakarta. Kehadirannya di Yogyakarta dibenci Belanda karena tidak suka melihat anak-anak Belanda diajar pribumi.
Ratulangi sempat mendirikan bisnis dagang sebelum kembali ke Minahasa akhir 1923. Mula-mula ia dijadikan sebagai Sekretaris Dewan Minahasa, suatu dewan perwakilan di tingkat kabupaten/kota.
Selama menjabat dia membuat usaha-usaha yang dapat menyejahterakan rakyat. Pada 1927, dia terpilih sebagai perwakilan di Dewan Rakyat (Volksraad). Dia juga mendirikan sebuah partai bernama Partai Persatuan Minahasa.
Partai ini awalnya bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan daerah itu. Namun lama-kelamaan, partai ini berkembang besar dan bertujuan menjadikan Indonesia merdeka.
Dianggap Tokoh Radikal Oleh Belanda
Sam pernah berbicara menuntut supaya Indonesia diberi status dominion di lingkungan Kerajaan Belanda. Ia juga mengkritik sikap pemerintah kolonial Belanda yang melakukan pendiskriminasian terhadap bangsa Indonesia.
Karena itu ia disebut sebagai tokoh radikal dan ekstrimis oleh Belanda. Untuk menyingkirkannya, dia diadili dan divonis empat bulan penjara dan diskors dari Volksraad tiga tahun.
Selama di Penjara di Sukamiskin, Bandung, tahun 1936, dia menggunakan waktunya menulis buku Indonesia in den Pacific: Kernproblemen van den Aziatischen Pacific. Buku ini diterbitkan Juni 1937.
Pada tahun 1982, buku itu dialihbahasakan oleh S. I. Poeradisastra dan diterbitkan kembali dengan judul Indonesia di Pasifik: Analisa Masalah-masalah Pokok Asia Pasifik. Buku ini berisi suatu studi untuk membuat perhitungan tentang posisi Indonesia di Pasifik.
Peran Penting dalam Proklamasi Kemerdekaan
Selama masa persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia, Sam Ratulangi turut serta berjuang. Dia terpilih menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mewakili Sulawesi.
Setelah kemerdekaan Indonesia ia diangkat menjadi Gubernur Sulawesi. Tak lama setelah ia menjabat, Ratulangi harus berjuang untuk mengusir tentara sekutu NICA. Pada 5 April 1946, dia bersama enam koleganya ditangkap.
Tujuh orang itu dijebloskan ke penjara Makassar lalu dibuang ke Serui, Papua. Ia menghabiskan masa pengasingannya dari tahun 1946-1948. Selama masa pengasingan ia sempat mendirikan Perkumpulan Kemerdekaan Irian.
Usai Perjanjian Renville pada 1948, Ratulangi dibebaskan. Ia lalu bertolak ke Yogyakarta. Di sini, Ratulangi ia ditunjuk sebagai bagian dari anggota Dewan Pertimbangan Agung.
Bersama 549 pemuka Sulawesi ia menggagas dan menandatangani Petisi Ratulangi yang menyatakan Sulawesi adalah bagian yang tak terpisahkan dari Indonesia.
Tak berselang lama, ia kembali ditahan usai Agresi Militer II pada 18 Desember 1948. Sebulan setelahnya, ia dikirim ke Jakarta untuk diasingkan ke Bangka.
Selama di pengasingan kondisi kesehatannya terus menurun, hingga ia meninggal pada 30 Juni 1949 pada usia 59 tahun. Sam Ratulangi dimakamkan di kampung halamannya di Tondano.
Negara menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional pada 10 November 1958. Sam Ratulangi juga diberi penghargaan lain berupa Bintang Mahaputra, Bintang Gerilya, dan Satya Lencana.
Namanya juga diabadikan sebagai nama jalan, bandara, dan universitas. Sosoknya juga diabadikan dalam uang pecahan keluaran tahun emisi 2022 yaitu pada uang pecahan Rp20.000.