Sistem pembagian lahan yang dikenal dengan nama Lodok merupakan warisan budaya yang lestari di Kampung Cancar, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Sistem ini sangat khas dan unik, bahkan disebut sebagai Lonely Planet, buku panduan perjalanan terbesar di dunia, sebagai salah satu pesawahan paling menarik di Asia Pasifik.
Pembagian lahan ini berbentuk seperti jaring laba-laba, dengan pusat di tengah yang disebut lingko, dan merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat setempat.
Sistem Lodok: Struktur dan Pembagiannya
Melansir dari Indonesia.go.id, pada dasarnya Lodok adalah sistem pembagian lahan pertanian yang berbentuk lingkaran dengan garis-garis yang memancar layaknya jari-jari atau jaring laba-laba.
Lahan yang dibagi dalam sistem ini dikenal dengan istilah lingko, dan merupakan milik wa’u, yang terdiri dari beberapa klan dalam satu golo. Golo merujuk pada pemukiman tradisional yang biasanya berada di bukit atau kaki bukit.
Dalam pembagian ini, tu’a teno, yang merupakan orang tua atau pemimpin dalam komunitas wa’u, memiliki peran sentral dalam menentukan bagaimana lingko dibagi di antara anggota klan.
Tua teno bertugas untuk mengatur dan memimpin rapat pembagian tanah yang disebut dengan Reke Lodok, di mana keputusan-keputusan penting, seperti siapa yang berhak menerima lahan dan bagaimana proses pembagiannya dilakukan.
Rapat Reke Lodok dan Prosesi Pembagian Lahan
Dilansir dari pariwisata.manggaraikab.go.id, setelah rapat Reke Lodok, dimulailah pembagian lahan dengan acara yang dikenal dengan sebutan sor moso.
Pada saat ini, anggota keluarga dari masing-masing panga (klan) akan mendapatkan bagian dari tanah berdasarkan ukuran dan sesuai kebutuhan mereka.
Jika lingko yang tersedia besar, maka banyak klan yang akan mendapatkan bagian, namun jika kecil, tidak semua anggota klan akan mendapat bagian. Ada juga pembagian untuk lingko bon, yang merupakan bagian tanah yang lebih kecil dan tidak memiliki hubungan langsung dengan golo.
Uniknya, sebelum proses pembagian dimulai, ritual adat tertentu harus dilakukan. Salah satunya adalah prosesi tente teno, di mana kayu ditancapkan di tengah lingko yang telah digali, dan telur ayam ditaruh di dalam lubang itu.
Ritual ini bertujuan untuk memohon berkah kepada nenek moyang dan Tuhan agar tanah yang dibagi dapat memberikan hasil yang melimpah.
Ritual Adat dalam Pertanian Manggarai
Sistem Lodok tidak terlepas dari serangkaian ritual adat yang telah menjadi bagian penting dalam kehidupan pertanian masyarakat Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Setiap tahapan dalam proses pertanian, mulai dari pembukaan lahan hingga panen, selalu diiringi dengan upacara adat yang bermakna spiritual dan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.
Ritual pertama yang adalah lea lose, yang dilakukan saat membuka lahan baru. Ritual ini bertujuan untuk memohon berkat dari nenek moyang dan agar tanah yang baru dibuka tidak membawa sial.
Kemudian, ada ritual benco raci yang dilakukan sebelum menanam padi atau jagung, sebagai permohonan agar benih yang ditanam diberkahi dengan pertumbuhan yang baik.
Setelah tanaman berusia 1-2 bulan, masyarakat Manggarai akan melaksanakan ritual wasa untuk memohon perlindungan terhadap tanaman dari ancaman hama seperti kera dan babi hutan.
Ketika sawah siap dipanen, ritual hang latung dan hang rani dilaksanakan, menandakan panen akan dilakukan bersama-sama. Ritual terakhir adalah penti, upacara untuk memberi rasa syukur atas hasil panen dan kehidupan yang telah dilalui.
Dalam upacara ini, doa bersama dilantunkan untuk memohon perlindungan bagi kehidupan yang akan datang, dan biasanya ditutup dengan atraksi budaya seperti tarian caci, yang menjadi salah satu simbol budaya Manggarai.
Makna dan Relevansi Budaya Lodok dalam Kehidupan Masyarakat Manggarai
Sistem Lodok tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk membagi lahan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat Manggarai. Pembagian tanah dalam lingko mencerminkan rasa solidaritas antar klan dalam satu golo.
Ritual adat yang menyertainya menunjukkan bagaimana pertanian dan spiritualitas saling terhubung erat dalam kehidupan mereka. Selain itu, sistem ini juga mengajarkan tentang pentingnya keseimbangan antara manusia dan alam, serta penghormatan terhadap leluhur.
Keunikan sistem Lodok ini menjadikannya sebuah fenomena budaya yang sangat menarik.
Hal ini tidak hanya bagi masyarakat Manggarai, tetapi juga bagi dunia luar yang ingin lebih memahami kearifan lokal pengelolaan sumber daya alam dan kehidupan sosial masyarakat adat.
Sebagai salah satu warisan budaya yang kaya, Lodok memperlihatkan bagaimana masyarakat Manggarai telah lama mengelola tanah dan pertanian dengan cara yang sangat terstruktur dan berbasis pada nilai-nilai komunitas yang kuat.