Komunitas Perempuan Menari (KPM) kembali mengharumkan nama Indonesia di panggung internasional dengan menampilkan ragam tari tradisional dalam Festival Indisch Den Haag 2025 yang digelar di Zeehelden Theater, Belanda, pada 9–10 Mei 2025.
Selama dua hari, 26 penari, termasuk empat penari cilik memukau ratusan penonton dengan gerak gemulai dan kekayaan budaya Nusantara.
Menggandeng musisi tradisional Roy Tahumuri, KPM membawakan empat tarian khas Indonesia, yakni Puang Ngeloneng dari Betawi, perpaduan Naiak Padi, Piring, dan Indang dari Sumatera Barat, Nyerap dari Kalimantan Barat, serta Saureka-reka dari Maluku.
Penampilan mereka mendapat sambutan meriah dari penonton yang hadir di Zeehelden Theater
Baca Juga: Sejarah Hari Tari Sedunia, Merayakan Gerak sebagai Bahasa Universal
“Untuk kedua kalinya KPM diundang Stichting De Mix untuk tampil pada Indisch Den Haag, sebuah perayaan budaya yang mengangkat kekayaan warisan Indisch, perpaduan budaya Indonesia dan Belanda melalui tari-tarian,” ujar Molly Prabawaty, penanggung jawab kegiatan, dalam keterangannya dari Den Haag, 11 Mei 2025.
Molly yang juga menjabat sebagai Staf Ahli Menteri di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menilai, undangan ini merupakan bentuk pengakuan dunia internasional atas konsistensi KPM dalam melestarikan budaya Indonesia.
“Penampilan ini menjadi bukti nyata peran perempuan Indonesia dalam memperkenalkan budaya nasional di pentas dunia,” lanjutnya.
Empat penari cilik yang turut ambil bagian dalam pertunjukan ini adalah Audya Kemala Paramitha (SDN Sumur Batu 14 Jakarta), Anindita Ayudianti Ariani (Highscope Alfa Indah Jakarta), Areta Putri Pinayungan (SMPN 1 Jakarta), dan Dira Annisha C. Ramadhina (SMA Avicenna Cinere).
Mereka tampil penuh percaya diri di hadapan penonton mancanegara.
Di bawah arahan pelatih tari Suprijadi Arsjad, KPM menampilkan pertunjukan yang kuat secara artistik.
Tarian Nyerap bahkan turut dimeriahkan Herman Sitepu sebagai bintang tamu, sementara tata suara dan panggung ditangani Panji Radityo bersama tim dari Zeehelden Theater.
Ketua KPM, Sabena Betty Sihombing, menjelaskan bahwa komunitas ini menaungi sekitar 150 perempuan dari berbagai latar belakang profesi yang memiliki kepedulian terhadap pelestarian budaya bangsa.
“KPM merupakan wadah yang beranggotakan 150 perempuan dari berbagai profesi yang peduli akan pelestarian seni budaya Indonesia, khususnya seni tari,” ungkapnya.
Betty juga menyoroti pentingnya eksistensi seni pertunjukan Indonesia di luar negeri sebagai salah satu daya tarik wisata.
“Penampilan KPM di mancanegara dapat meningkatkan kunjungan wisatawan asing ke Indonesia. Ini juga merupakan upaya kami membantu pemerintah menaikkan jumlah turis asing,” jelasnya.
Sejak berdiri pada 6 Januari 2018, KPM telah menorehkan berbagai prestasi internasional, termasuk penghargaan The Most Outstanding Performance in Artistry & Elegance di Thailand Cultural Exchange Festival 2025, pemecahan rekor MURI untuk pertunjukan tari dengan jumlah penari dan provinsi terbanyak pada 2024, hingga partisipasi rutin dalam World Dance Day dan konferensi pendidikan Indonesia-Belanda di Erasmus Huis Jakarta.
“Misi kami adalah melestarikan dan mempromosikan nilai-nilai tradisional Indonesia melalui seni, menumbuhkan apresiasi baru terhadap tari tradisional di kalangan generasi muda. Selain itu, kami juga aktif mendukung inisiatif pelestarian budaya, berkolaborasi dengan badan nasional dan internasional, seperti UNESCO,” tutur Molly.
KPM juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil untuk kelancaran penampilan mereka, baik di dalam maupun luar negeri.
Baca Juga: Workshop Sanggar Ngesti Laras Ajak Cintai Bundengan dan Tari
Delegasi Penari KPM di Indisch Den Haag 2025:
Anindita Ayudianti Ariani, Anna Khairian, Areta Putri Pinayungan, Audya Kemala Paramitha, Bulan Purnamasari, Dessy Susbianti, Dira Annisha C. Ramadhina, Evawani Sa’adah Basri, Grace Taruli Situmorang, Herman Sitepu, Laura Djuriantina, Lenny, Lisa Qonita, Molly Prabawaty, Nisma Hiddin, Prihandini Pandansari, Reni Kristina Arianti, Rosma Hotma Ida Hutagaol, Sabena Betty Sihombing, Saradesy Sumardi, Sinthya Dhewi Darmadi, Sinthya Ayuningrum Sunaryo, Sri Mintorowati, Suprijadi Arsyad, Tri Yuliastuti Kusindrayanti, dan Yulia Megawati.