By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Kisah Keluarga Werdi Lintas Generasi Merawat Candi Borobudur
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Profil > Kisah Keluarga Werdi Lintas Generasi Merawat Candi Borobudur
Profil

Kisah Keluarga Werdi Lintas Generasi Merawat Candi Borobudur

Achmad Aristyan
Last updated: 14/05/2025 02:53
Achmad Aristyan
Share
Eka Sumitra (kiri) dan Werdi (kanan). Foto: BBC/Silvano Hajid
SHARE

Di balik kemegahan Candi Borobudur yang menjulang di antara hijaunya perbukitan Kedu, tersimpan kisah pengabdian lintas generasi dari satu keluarga yang mendedikasikan hidupnya untuk merawat warisan budaya dunia itu.

Werdi (72), warga Desa Candirejo yang hanya berjarak sepelemparan batu dari kompleks candi, menyebut dirinya “dilahirkan untuk merawat Borobudur.”

Selama lebih dari 50 tahun, Werdi mengabdikan hidupnya demi menjaga batu-batu andesit yang menjadi bagian dari monumen Buddha terbesar di dunia ini.

Ia adalah salah satu dari ratusan pekerja yang terlibat dalam proyek pemugaran besar Candi Borobudur pada periode 1973–1983, saat kondisi struktur bangunan dinyatakan dalam situasi mengkhawatirkan.

Namun perjuangannya tak berhenti saat masa aktifnya berakhir.

Setelah pensiun pada 2010, estafet keilmuan dan semangat pelestarian itu dilanjutkan putranya, Eka Sumitra (41), yang kini bertugas sebagai pemelihara candi.

“Saya ingin menjadi penerus Bapak. Siapa lagi kalau bukan kita sebagai anak muda yang melanjutkan pelestarian Borobudur,” ujar Eka dikutip dari bbc.com.

Baca Juga: Candi Borobudur dan Teknologi Interlock, Arsitektur Hebat Tanpa Semen

Perjuangan dari Batu ke Batu

Werdi mengenang awal keterlibatannya sebagai pengalaman penuh tantangan.

Ia pertama kali bergabung dalam proyek pemugaran Borobudur pada usia 20 tahun, tanpa pengetahuan sedikit pun soal arkeologi atau teknik pemugaran.

“Awalnya saya hanya ingin bekerja. Tapi lama-kelamaan, saya mulai menyayangi Borobudur. Rasanya seperti punya hubungan batin,” tuturnya.

Saat itu, dinding-dinding candi yang miring hingga 60 sentimeter mengancam runtuhnya bangunan bersejarah itu.

Bersama tim, Werdi melakukan anastilosis atau teknik rekonstruksi yang menuntut ketepatan tinggi, tanpa menggunakan perekat modern.

Ia bahkan mengaku kerap tak bisa tidur memikirkan kesempurnaan susunan batu, yang semuanya harus pas secara vertikal dan horizontal agar tidak ada rongga sekecil apa pun.

“Saya merasa sangat bangga. Dari nyaris roboh hingga kembali berdiri megah. Itu hasil kerja keras kami semua,” ujarnya.

Werdi menunjukan sertifikat penghargaan pemugaran 1973-1983. Foto: BBC/Silvano Hajid

Ancaman Vandalisme dan Perubahan Iklim

Namun kerja keras Werdi dan generasinya menghadapi tantangan baru.

Ribuan noda permen karet, coretan, serta bekas cungkilan pada relief menjadi momok yang mengancam kelestarian Borobudur.

Museum dan Cagar Budaya (MCB) mencatat lebih dari 3.000 titik noda permen karet tersebar di seluruh permukaan lantai dan ornamen candi.

“Itu menyakitkan sekali. Kami susah payah merawat, tapi ada yang seenaknya merusak,” ucap Werdi.

Selain itu, paparan zat kimia, perubahan suhu ekstrem, hingga mikroorganisme turut mempercepat proses degradasi material batu.

Menanggapi situasi ini, pemerintah menerapkan sejumlah kebijakan perlindungan, mulai dari sistem reservasi kunjungan, pembatasan jumlah wisatawan, penggunaan alas kaki khusus, hingga edukasi publik.

“Kami memandang pelestarian Borobudur sebagai prioritas strategis,” kata Febrina Intan, Direktur Utama PT Taman Wisata Candi (TWC), yang kini berada di bawah naungan InJourney Destination.

Sketsa batu relief Candi Borobudur yang Digambar Werdi. Foto: BBC/Silvano Hajid

Warisan Ilmu untuk Generasi Selanjutnya

Bagi Eka, peran sebagai pemelihara Borobudur bukan hanya sekadar pekerjaan, melainkan panggilan jiwa.

Ia mempelajari banyak hal dari ayahnya, mulai dari seluk-beluk batu candi hingga nilai-nilai filosofi yang terkandung di dalam relief.

Tak hanya itu, ia pun berharap anaknya kelak meneruskan perjuangan yang telah dirintis kakek dan ayahnya.

“Saya berharap anak saya jadi arkeolog, supaya ada kesinambungan dari generasi ke generasi. Kami ingin Borobudur tetap hidup dan terjaga,” ungkapnya.

TWC pun menyambut semangat ini dengan menggagas program pertukaran ke situs warisan dunia lain seperti Angkor Wat atau Machu Picchu, serta mendatangkan pakar-pakar konservasi untuk berbagi ilmu dan pengalaman.

Baca Juga: Candi Borobudur di Magelang dan Perjalanan Sejarah Penemuannya

Candi Borobudur: Jejak Agung Nusantara

Candi Borobudur, yang dibangun Dinasti Syailendra pada abad ke-8, sempat terlupakan selama berabad-abad akibat letusan Gunung Merapi dan pergeseran pusat kekuasaan ke Jawa Timur.

Baru pada 1814, situs ini kembali ditemukan Thomas Stamford Raffles dan mulai dipelajari secara sistematis.

Pemugaran besar-besaran dilakukan pertama kali Theodore van Erp pada awal abad ke-20, dan dilanjutkan dengan pemugaran kedua pada 1973 oleh pemerintah Indonesia bersama UNESCO.

Candi ini kemudian ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia pada 1991.

Kini, di tengah tantangan zaman, semangat pelestarian tetap menyala melalui tangan-tangan seperti Werdi dan keluarganya.

Mereka bukan hanya merawat batu, tetapi menjaga peradaban, sejarah, dan jati diri bangsa.

“Borobudur adalah mahakarya. Bukan hanya milik Indonesia, tapi dunia. Dan kami, keluarga saya, merasa terhormat menjadi bagian dari penjagaannya,” pungkas Werdi.

Lukisan Candi Borobudur pada tahun 1844 yang digambar oleh Ernest Breton. Foto: Getty Images

You Might Also Like

Tirto Adhi Soerjo, Pelopor Pers yang Terlupakan

Profil Yos Suprapto, Seniman Yogyakarta yang Kontroversial

Festival Lampion Waisak 2025 di Borobudur, Ini Cara Pesan Tiketnya

Raden Ayu Lasminingrat, Intelektual Pertama Tanah Sunda

Biografi Suyoso Karsono, Sejarah Dokumentasi Musik Indonesia

TAGGED:borobudurcandi borobudureka sumitrawarisan budaya duniawerdi

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Achmad Aristyan
Content Writer
Previous Article KPM Pentaskan Tari Tradisional Indonesia di Festival Indisch Den Haag 2025
Next Article Cadangan Beras Pemerintah Cadangan Beras Pemerintah Tembus 3,7 Juta Ton, Tertinggi Sepanjang Sejarah Sejak 1969
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?