Candi Borobudur, monumen Buddha terbesar di dunia, merupakan bukti kejayaan arsitektur Nusantara pada masa lampau.
Dibangun Dinasti Syailendra pada abad ke-8, candi ini tidak hanya megah secara visual, tetapi juga menyimpan kecanggihan teknik konstruksi yang masih menakjubkan hingga kini.
Salah satu keistimewaan utama Borobudur adalah fakta bahwa candi ini dibangun tanpa menggunakan semen, melainkan dengan sistem interlock atau teknik penguncian batu.
Baca Juga: Makna Ritual Pradaksina oleh Biksu Thudong Thailand di Candi Borobudur
Teknik Interlock: Kunci Kekokohan Borobudur
Dilansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam buku Candi Indonesia: Seri Jawa karya Edi Sedyawati, Hasan Djafar, dkk (Kemdikbud, 2013), ditemukan bahwa pembangunan Candi Borobudur menerapkan empat teknik sambungan batu utama tanpa bahan perekat:
1. Tipe Ekor Burung: Teknik ini digunakan pada hampir seluruh sambungan batu dinding, di mana bentuknya menyerupai ekor burung untuk mengunci satu batu dengan batu lainnya.

2. Tipe Takikan: Diterapkan pada bagian-bagian penting seperti kala, doorpel, relung, dan gapura, teknik ini memastikan sambungan batu tetap kuat meskipun tidak menggunakan bahan pengikat.

3. Tipe Alur dan Lidah: Digunakan pada pagar langkan selasar dan ornamen makara di sisi kanan-kiri tangga undag dan selasar, teknik ini memberikan stabilitas tambahan pada bagian-bagian dekoratif yang menonjol.

4. Tipe Purus dan Lubang: Teknik ini digunakan pada batu antefil dan kemuncak pagar langkan, di mana satu batu memiliki tonjolan (purus) dan batu lainnya lubang untuk mengunci satu sama lain secara presisi.

Jenis Batu: Andesit yang Tangguh
Candi Borobudur menggunakan batu jenis andesit, batu vulkanik yang banyak ditemukan di kawasan dengan aktivitas gunung berapi, seperti Indonesia.
Nama “andesit” sendiri berasal dari Pegunungan Andes di Amerika Selatan, tempat pertama kali batu ini dikaji secara ilmiah.
Ukuran batu yang digunakan bervariasi, umumnya berkisar panjang 40–50 cm, lebar 30–40 cm, dan tinggi 20–25 cm.
Batu yang dipilih adalah jenis yang berwarna gelap, karena memiliki densitas lebih tinggi dan kandungan ferro magnesium yang besar. Warna gelap ini juga membantu batu menyerap panas secara optimal.
Namun, karakteristik batu ini bisa berubah seiring waktu.
Batu yang ditumbuhi lumut memiliki porositas lebih besar dan kepadatan lebih kecil dibanding batu yang bersih.
Hal ini disebabkan proses pelapukan yang menurunkan kadar silika, sementara kandungan kalium justru meningkat karena dibutuhkan lumut untuk tumbuh.
Lokasi Pembangunan yang Tidak Biasa
Keistimewaan lain dari Borobudur terletak pada lokasinya.
Tidak seperti candi-candi lain yang biasanya dibangun di atas tanah yang dipadatkan dengan pasir, kerikil, atau batu pecah, Borobudur justru didirikan langsung di atas sebuah bukit.
Bukit tersebut kemudian dibentuk sedemikian rupa mengikuti desain candi yang diinginkan.
Fondasi bagian luar candi dibenamkan ke dalam tanah sedalam kurang lebih satu meter, tepat di atas lapisan batu karang.
Struktur di atasnya lalu disusun dari beberapa lapis batu andesit.
Teknik pembangunan ini dianggap sangat canggih dan inovatif untuk ukuran teknologi abad ke-8, bahkan bagi para arkeolog dan ilmuwan modern.
Menariknya lagi, tidak ditemukan candi-candi pendahulu yang bisa dianggap sebagai prototipe Borobudur.
Ini menunjukkan bahwa leluhur bangsa Indonesia mampu menciptakan struktur megah tanpa melalui proses eksperimental panjang seperti bangunan monumental lain di dunia.
Baca Juga: Candi Borobudur di Magelang dan Perjalanan Sejarah Penemuannya
Struktur dan Makna Simbolik
Candi Borobudur memiliki struktur berundak dengan tiga tingkat utama yang sarat makna spiritual dalam ajaran Buddha:
- Kamadhatu
Merupakan tingkat paling bawah (lantai 1–3), yang menggambarkan dunia hasrat dan nafsu.Relief karmawibhangga pada bagian ini menggambarkan hukum sebab-akibat dalam kehidupan manusia. - Rupadhatu
Terletak pada tingkat 4 hingga 6, bagian ini berisi relief Lalitavistara dan Jatakamala yang menceritakan kehidupan Sang Buddha dan kisah kelahiran-kelahirannya. - Arupadhatu
Merupakan bagian puncak (tingkat 7–10), melambangkan dunia tanpa bentuk, tempat di mana manusia mencapai kesempurnaan batin. Tidak ada relief pada bagian ini, hanya terdapat banyak stupa yang masing-masing menyimbolkan pencerahan spiritual.