By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Candi Borobudur dan Teknologi Interlock, Arsitektur Hebat Tanpa Semen
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Warisan Budaya > Candi Borobudur dan Teknologi Interlock, Arsitektur Hebat Tanpa Semen
Warisan Budaya

Candi Borobudur dan Teknologi Interlock, Arsitektur Hebat Tanpa Semen

Achmad Aristyan
Last updated: 13/05/2025 12:35
Achmad Aristyan
Share
Candi Borobudur. Foto: InJourney
SHARE

Candi Borobudur, monumen Buddha terbesar di dunia, merupakan bukti kejayaan arsitektur Nusantara pada masa lampau.

Dibangun Dinasti Syailendra pada abad ke-8, candi ini tidak hanya megah secara visual, tetapi juga menyimpan kecanggihan teknik konstruksi yang masih menakjubkan hingga kini.

Salah satu keistimewaan utama Borobudur adalah fakta bahwa candi ini dibangun tanpa menggunakan semen, melainkan dengan sistem interlock atau teknik penguncian batu.

Baca Juga: Makna Ritual Pradaksina oleh Biksu Thudong Thailand di Candi Borobudur

Teknik Interlock: Kunci Kekokohan Borobudur

Dilansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam buku Candi Indonesia: Seri Jawa karya Edi Sedyawati, Hasan Djafar, dkk (Kemdikbud, 2013), ditemukan bahwa pembangunan Candi Borobudur menerapkan empat teknik sambungan batu utama tanpa bahan perekat:

1. Tipe Ekor Burung: Teknik ini digunakan pada hampir seluruh sambungan batu dinding, di mana bentuknya menyerupai ekor burung untuk mengunci satu batu dengan batu lainnya.

Sambungan Tipe Ekor Burung. Foto: Candi Borobudur (Dok Kemendikbud)

2. Tipe Takikan: Diterapkan pada bagian-bagian penting seperti kala, doorpel, relung, dan gapura, teknik ini memastikan sambungan batu tetap kuat meskipun tidak menggunakan bahan pengikat.

Sambungan Batu Tipe Takikan. Foto: Candi Borobudur (Dok Kemendikbud)

3. Tipe Alur dan Lidah: Digunakan pada pagar langkan selasar dan ornamen makara di sisi kanan-kiri tangga undag dan selasar, teknik ini memberikan stabilitas tambahan pada bagian-bagian dekoratif yang menonjol.

Sambungan Batu Alur dan Lidah Foto: Candi Borobudur (Dok Kemendikbud)

4. Tipe Purus dan Lubang: Teknik ini digunakan pada batu antefil dan kemuncak pagar langkan, di mana satu batu memiliki tonjolan (purus) dan batu lainnya lubang untuk mengunci satu sama lain secara presisi.

Sambungan Batu Tipe Purus dan Lubang Foto: Candi Borobudur (Dok Kemendikbud)

Jenis Batu: Andesit yang Tangguh

Candi Borobudur menggunakan batu jenis andesit, batu vulkanik yang banyak ditemukan di kawasan dengan aktivitas gunung berapi, seperti Indonesia.

Nama “andesit” sendiri berasal dari Pegunungan Andes di Amerika Selatan, tempat pertama kali batu ini dikaji secara ilmiah.

Ukuran batu yang digunakan bervariasi, umumnya berkisar panjang 40–50 cm, lebar 30–40 cm, dan tinggi 20–25 cm.

Batu yang dipilih adalah jenis yang berwarna gelap, karena memiliki densitas lebih tinggi dan kandungan ferro magnesium yang besar. Warna gelap ini juga membantu batu menyerap panas secara optimal.

Namun, karakteristik batu ini bisa berubah seiring waktu.

Batu yang ditumbuhi lumut memiliki porositas lebih besar dan kepadatan lebih kecil dibanding batu yang bersih.

Hal ini disebabkan proses pelapukan yang menurunkan kadar silika, sementara kandungan kalium justru meningkat karena dibutuhkan lumut untuk tumbuh.

Lokasi Pembangunan yang Tidak Biasa

Keistimewaan lain dari Borobudur terletak pada lokasinya.

Tidak seperti candi-candi lain yang biasanya dibangun di atas tanah yang dipadatkan dengan pasir, kerikil, atau batu pecah, Borobudur justru didirikan langsung di atas sebuah bukit.

Bukit tersebut kemudian dibentuk sedemikian rupa mengikuti desain candi yang diinginkan.

Fondasi bagian luar candi dibenamkan ke dalam tanah sedalam kurang lebih satu meter, tepat di atas lapisan batu karang.

Struktur di atasnya lalu disusun dari beberapa lapis batu andesit.

Teknik pembangunan ini dianggap sangat canggih dan inovatif untuk ukuran teknologi abad ke-8, bahkan bagi para arkeolog dan ilmuwan modern.

Menariknya lagi, tidak ditemukan candi-candi pendahulu yang bisa dianggap sebagai prototipe Borobudur.

Ini menunjukkan bahwa leluhur bangsa Indonesia mampu menciptakan struktur megah tanpa melalui proses eksperimental panjang seperti bangunan monumental lain di dunia.

Baca Juga: Candi Borobudur di Magelang dan Perjalanan Sejarah Penemuannya

Struktur dan Makna Simbolik

Candi Borobudur memiliki struktur berundak dengan tiga tingkat utama yang sarat makna spiritual dalam ajaran Buddha:

  1. Kamadhatu
    Merupakan tingkat paling bawah (lantai 1–3), yang menggambarkan dunia hasrat dan nafsu.Relief karmawibhangga pada bagian ini menggambarkan hukum sebab-akibat dalam kehidupan manusia.
  2. Rupadhatu
    Terletak pada tingkat 4 hingga 6, bagian ini berisi relief Lalitavistara dan Jatakamala yang menceritakan kehidupan Sang Buddha dan kisah kelahiran-kelahirannya.
  3. Arupadhatu
    Merupakan bagian puncak (tingkat 7–10), melambangkan dunia tanpa bentuk, tempat di mana manusia mencapai kesempurnaan batin. Tidak ada relief pada bagian ini, hanya terdapat banyak stupa yang masing-masing menyimbolkan pencerahan spiritual.

You Might Also Like

Ende, NTT Lahirkan Sejarah Penting Indonesia

Rumah Baghi: Simbol Persatuan dan Tradisi Sumsel

Wisata Budaya dan Sejarah di Desa Limbo Wolio, Kota Baubau

Warisan Budaya Agraris Sunda dalam Pemainan Susumpitan

Kuah Beulangong, Hidangan Tradisional Aceh Kaya Makna

TAGGED:arsitekturborobudurcandi borobudurdinasti syailendrainterlocknusantara

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Achmad Aristyan
Content Writer
Previous Article Kirab Waisak Kirab Waisak 2025 di Candi Borobudur Meriahkan Pariwisata Magelang
Next Article Bupati Gunungkidul Jalani Prosesi Ruwatan Demi Kepemimpinan yang Lurus
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?