Kerajaan Majapahit dikenal sebagai kerajaan terbesar di Nusantara. Namun, menjelang keruntuhannya, Majapahit mengalami pergolakan politik penuh intrik dan konflik kekuasaan.
Salah satu raja yang kisahnya menyimpan misteri adalah Bhre Pamotan atau Sri Rajasawarddhana.
Pemerintahannya berlangsung sangat singkat, hanya dari tahun 1451–1453 M, sebelum akhirnya ia mengalami nasib tragis yaitu menghilang di laut dan dianggap mati tenggelam.
Latar Belakang Bhre Pamotan dan Intrik Politik
Melansir dari daerah.sindonews.com, setelah Perang Paregreg (1404–1406 M), Majapahit mengalami ketidakstabilan politik yang berkepanjangan.
Konflik yang awalnya terjadi antara Wikramawardhana dan Bhre Wirabumi terus berlanjut hingga ke generasi berikutnya, memicu perebutan takhta di kalangan keluarga kerajaan.
Bhre Pamotan naik takhta setelah wafatnya Bhre Tumapel Kertawijaya (1447–1451 M).
Menurut kitab Pararaton, jenazah Kertawijaya didharmakan di Kertawijayapura, sementara Bhre Pamotan kemudian dinobatkan sebagai Raja Majapahit di Keling-Kahuripan.
Namun, pengangkatannya tidak diterima beberapa pihak sepenuhnya. Ada dugaan bahwa proses penobatannya berkaitan dengan intrik politik yang terjadi di pusat kekuasaan Majapahit.
Ketidakstabilan ini memperumit situasi Majapahit, yang mulai melemah akibat perpecahan internal.
Baca juga: Legenda Ki Ageng Selo, Sang Penangkap Petir dari Majapahit
Kematian Misterius di Laut
Dilansir dari nasional.okezone.com, masa pemerintahan Bhre Pamotan kurang dari dua tahun. Di tengah konflik perebutan kekuasaan dengan putra-putra Sri Prabu Kertawijaya, Bhre Pamotan tiba-tiba mengalami gangguan kejiwaan.
Menurut Atlas Wali Songo (2016), peristiwa ini terjadi saat ia menghadiri sebuah acara hiburan di atas kapal. Dalam kondisi yang tidak stabil, ia tiba-tiba melompat ke laut dan menghilang tanpa jejak.
Peristiwa ini begitu mengejutkan hingga kemudian diabadikan dalam gelar anumerta Bhre Pamotan Sang Sinagara, yang berarti Bhre Pamotan yang melempar diri ke laut.
Tidak ada catatan pasti mengenai penyebab gangguan kejiwaan yang dialaminya.
Beberapa spekulasi menyebutkan bahwa tekanan politik, intrik istana, atau bahkan kemungkinan adanya pengaruh supranatural bisa menjadi penyebabnya. Setelah kematiannya, abu jenazah Bhre Pamotan didharmakan di Sepang.
Sementara itu, Majapahit mengalami krisis kepemimpinan selama tiga tahun (1453–1456 M), hingga akhirnya Bhre Wengker naik takhta pada 1456 M dan mengambil alih kekuasaan.
Dampak dan Warisan Bhre Pamotan
Bhre Pamotan meninggalkan empat putra dan seorang putri. Meski pemerintahannya singkat, peristiwa tragis yang menimpanya menjadi bagian dari sejarah kemunduran Majapahit.
Sejak Perang Paregreg, kerajaan ini semakin lemah akibat konflik internal dan perang saudara. Pada pertengahan abad ke-15, Majapahit tidak lagi memiliki pengaruh sebesar sebelumnya.
Faktor lain yang turut mempercepat kehancurannya adalah melemahnya sistem pemerintahan, bangkitnya Kesultanan Demak, serta pengaruh Islam yang mulai berkembang di Nusantara.
Bhre Pamotan hanyalah satu dari sekian raja Majapahit yang bernasib tragis di akhir kejayaannya.
Sejarawan sering mengaitkan kisahnya dengan simbol dari ketidakstabilan politik yang akhirnya berujung pada runtuhnya Majapahit pada akhir abad ke-15.
Legenda Bhre Pamotan menjadi salah satu cerita yang menggambarkan betapa kacaunya politik Majapahit pada masa itu. Dengan pemerintahan yang hanya berlangsung kurang dari dua tahun, ia meninggalkan jejak sejarah yang masih menjadi misteri hingga kini. (Dari berbagai sumber)