By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Makna Keindahan Tari Pakarena dalam Budaya Sulawesi Selatan
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Warisan Budaya > Makna Keindahan Tari Pakarena dalam Budaya Sulawesi Selatan
Warisan Budaya

Makna Keindahan Tari Pakarena dalam Budaya Sulawesi Selatan

Anisa Kurniawati
Last updated: 06/01/2025 15:37
Anisa Kurniawati
Share
Dahulu Tari Pakarena dikenal dengan sebutan Sere Jaga. Foto: Indonesia kaya
SHARE

Tarian tradisional khas Sulawesi Selatan yang sangat populer adalah Tari Pakarena. Tarian ini menggambarkan perempuan yang lembut, sopan, setia, dan menghargai laki-laki.

Gerakannya yang dinamis dan menghentak namun tetap lembut, membuat tarian ini indah dilihat. 

Terdapat beberapa versi mengenai sejarah Tarian ini. Salah satu versinya mengatakan bahwa tarian ini pertama kali ditampilkan pada awal abad ke 17. Asal mula tarian ini dikaitkan dengan kemunculan Tumanurung. 

Sarana Ritual

Konon, Tumanurung adalah bidadari yang turun dari langit untuk memberikan petunjuk kepada manusia di bumi. Petunjuk ini kemudian dikenal sebagai Tari Pakarena.

Menurut versi lain, Tari Pakarena mulai ada di Kerajaan Gowa pada masa pemerintahan Raja Gowa XVI, Sultan Hasanuddin. Dahulu Tari Pakarena dikenal dengan sebutan Sere Jaga.

Awalnya tarian ini merupakan sarana upacara ritual suku di Makassar. Sere Jaga memiliki makna semalaman suntuk. Ritual ini dianggap keramat.  Setelah agama Islam masuk, tarian ini berubah nama menjadi Pakarena. 

Penari Genap

Tari Pakarena umumnya dilakukan dalam tiga babak. Babakan itu terdiri dari pembuka, pengisi atau penghubung dan babak penutup.

Jumlah penarinya selalu genap, biasanya terdiri dari 4, 6, 8, 10 bahkan 12 penari. Namun jumlah penari itu tidak lagi menjadi pakem yang harus dilaksanakan. 

Tarian ini dipimpin seorang punggawa pakarena. Penari ini ditandai dengan selalu memukul genrang sepanjang pementasan. Iringannya sendiri menggunakan suara gendang atau gentang atau genrang.

Selain itu, terdapat alunan suara pui-pui, yaitu alat musik dari kayu jati. Musik yang dihasilkan memiliki ritme yang menghentak dan bersemangat.

Meski begitu gerakan tari pakarena tetap gemulai dan luwes. Hal itu sesuai dengan tari pakarena yang menggambarkan perempuan lembut, sopan, setia, dan selalu menghormati pria. 

Baju Bangsawan

Dilihat dari segi kostum, penari pakarena biasanya menggunakan baju bodo berwarna merah. Para penari dilengkapi dengan berbagai aksesori, seperti kalung, anting, kutu-kutu (hiasan kepala), kipas, sarung sutera dan lainnya. 

Dahulu, warna baju bodo merah hanya boleh dikenakan kaum bangsawan. Sedangkan untuk kalangan di luar istana mengenakan warna hijau. Tetapi kini, penari pakarena bebas menentukan warna baju bodo yang akan digunakan.

Tarian Pakarena masih bertahan sampai saat ini. Tarian ini berawal digunakan sebagai ritual, kemudian bentuk ungkapan rasa syukur, kini mulai berkembang menjadi tarian daerah dan hiburan.

Hingga saat ini, tari Pakarena masih sering dipertunjukkan pada acara festival atau acara kebudayaan lainnya. (Dari berbagai sumber)

You Might Also Like

Keraton Kasepuhan, Jejak Kebesaran Kerajaan Islam Nusantara

Rujak Soto, Kuliner Nyentrik Khas Banyuwangi

Jejak Sejarah Kota Padang Di Galeri Arsip Statis

Mengenal Urutan, Sosis Kering Fermentasi Tradisional Khas Bali

Masjid Jogokariyan Ikon Dakwah dan Sejarah di Yogyakarta

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Anisa Kurniawati
Content Writer
Previous Article Pantai Pintu Kota, Gerbang Alami Memasuki Perairan Ambon 
Next Article Keindahan Kain Tenun Kamohu Buton Asal Sulawesi Tenggara
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?