Tarian tradisional khas Sulawesi Selatan yang sangat populer adalah Tari Pakarena. Tarian ini menggambarkan perempuan yang lembut, sopan, setia, dan menghargai laki-laki.
Gerakannya yang dinamis dan menghentak namun tetap lembut, membuat tarian ini indah dilihat.
Terdapat beberapa versi mengenai sejarah Tarian ini. Salah satu versinya mengatakan bahwa tarian ini pertama kali ditampilkan pada awal abad ke 17. Asal mula tarian ini dikaitkan dengan kemunculan Tumanurung.
Sarana Ritual
Konon, Tumanurung adalah bidadari yang turun dari langit untuk memberikan petunjuk kepada manusia di bumi. Petunjuk ini kemudian dikenal sebagai Tari Pakarena.
Menurut versi lain, Tari Pakarena mulai ada di Kerajaan Gowa pada masa pemerintahan Raja Gowa XVI, Sultan Hasanuddin. Dahulu Tari Pakarena dikenal dengan sebutan Sere Jaga.
Awalnya tarian ini merupakan sarana upacara ritual suku di Makassar. Sere Jaga memiliki makna semalaman suntuk. Ritual ini dianggap keramat. Setelah agama Islam masuk, tarian ini berubah nama menjadi Pakarena.
Penari Genap
Tari Pakarena umumnya dilakukan dalam tiga babak. Babakan itu terdiri dari pembuka, pengisi atau penghubung dan babak penutup.
Jumlah penarinya selalu genap, biasanya terdiri dari 4, 6, 8, 10 bahkan 12 penari. Namun jumlah penari itu tidak lagi menjadi pakem yang harus dilaksanakan.
Tarian ini dipimpin seorang punggawa pakarena. Penari ini ditandai dengan selalu memukul genrang sepanjang pementasan. Iringannya sendiri menggunakan suara gendang atau gentang atau genrang.
Selain itu, terdapat alunan suara pui-pui, yaitu alat musik dari kayu jati. Musik yang dihasilkan memiliki ritme yang menghentak dan bersemangat.
Meski begitu gerakan tari pakarena tetap gemulai dan luwes. Hal itu sesuai dengan tari pakarena yang menggambarkan perempuan lembut, sopan, setia, dan selalu menghormati pria.
Baju Bangsawan
Dilihat dari segi kostum, penari pakarena biasanya menggunakan baju bodo berwarna merah. Para penari dilengkapi dengan berbagai aksesori, seperti kalung, anting, kutu-kutu (hiasan kepala), kipas, sarung sutera dan lainnya.
Dahulu, warna baju bodo merah hanya boleh dikenakan kaum bangsawan. Sedangkan untuk kalangan di luar istana mengenakan warna hijau. Tetapi kini, penari pakarena bebas menentukan warna baju bodo yang akan digunakan.
Tarian Pakarena masih bertahan sampai saat ini. Tarian ini berawal digunakan sebagai ritual, kemudian bentuk ungkapan rasa syukur, kini mulai berkembang menjadi tarian daerah dan hiburan.
Hingga saat ini, tari Pakarena masih sering dipertunjukkan pada acara festival atau acara kebudayaan lainnya. (Dari berbagai sumber)