Laliq Ugal adalah ritual membersihkan dan mensucikan tanaman tanah. Tujuannya agar tanaman bisa tumbuh subur. Tradisi ini digelar masyarakat adat Dayak Bahau, Kecamatan Tering, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Tengah.
Tradisi tahunan ini diyakini berasal dari kepercayaan terhadap dewi kesuburan dan dilaksanakan setelah penanaman benih padi di ladang. Puncak acaranya adalah tarian Hudoq. Tarian ini sendiri adalah penyamaran roh leluhur.
Konon, tarian ini dipercaya sebagai sarana komunikasi antara masyarakat yang membuka lahan dengan roh para leluhur. Tarian ini diiringi berbagai alat musik tradisional Dayak seperti gendang.
Pelaksanaan Tradisi Laliq Ugal
Ritual Laliq Ugal digelar turun-temurun sekali dalam setahun, biasanya awal tahun. Penentuan waktu ini menggunakan perhitungan dengan memperhatikan posisi matahari.
Lamanya pelaksanaan ritual ini bisa mencapai 15 hari. Sedikitnya terdapat 24 rangkaian ritual yang digelar pada waktu berbeda-beda. Ritual ini bagian budaya agraris masyarakat Dayak dan dipercaya dapat menentukan kesuburan tanaman.
Prosesi Ritual
Dikutip dari Indonesia Kaya, ritual adat Laliq Ugal digelar saat pembukaan lahan. Tujuannya untuk menyucikan tanah secara keseluruhan dan membaginya sesuai keluarga masing-masing.
Setelah itu, dilakukan upacara kecil dengan meletakkan delapan butir telur ayam kampung di atas bambu. Hal ini sebagai simbol pemberitahuan kepada leluhur bahwa masyarakat Dayak Bahau sedang memulai pembukaan lahan. Pada tahap ini juga diiringi dengan tarian topeng Hudoq.
Selanjutnya, dilaksanakan ritual pengorbanan seekor anak ayam dan pemotongan anjing atau babi untuk memeriksa kondisi hati hewan tersebut.
Ritual ini bertujuan untuk meramalkan masa depan pembukaan lahan. Jika hati hewan tidak cacat, maka pembukaan lahan diprediksi berjalan lancar.
Puncak ritual yakni memanggil seluruh tamu undangan. Menggunakan gong sambil menari-nari dengan mengelilingi kampung. Ritual berlangsung pagi hari. Kemudian, sore harinya digelar tarian Hudoq, sambil makan-makan bersama.
Tradisi ini juga berfungsi untuk memperkuat budaya gotong royong yang perlu terus dikembangkan untuk mempererat persatuan dan kesatuan.
Harapannya, tradisi ini dapat terus dilestarikan meskipun dengan keterbatasan yang ada, dan semakin banyak orang yang terlibat agar ritual ini semakin dikenal oleh masyarakat luas. (Dari beberapa sumber)