Saat ini, Tradisi Bakar Batu tidak terbatas pada perayaan kelahiran atau acara kebahagiaan saja.
Papua, pulau paling timur Nusantara, menyimpan keindahan alam yang memukau serta kekayaan budaya yang unik. Di balik pesonanya, Papua memiliki berbagai warisan tradisi yang patut dilestarikan, agar nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyang tidak punah seiring berjalannya waktu.
Salah satu tradisi yang mencolok dalam kebudayaan Papua adalah “Bakar Batu”, sebuah upacara tradisional yang sangat berarti bagi masyarakat. Upacara ini biasanya diadakan sebagai ungkapan rasa syukur, baik untuk menyambut kelahiran, mengenang orang yang telah meninggal, maupun untuk mempersiapkan prajurit sebelum berperang.
Tradisi Bakar Batu sangat terkenal di kalangan suku-suku yang tinggal di Lembah Baliem. Proses pelaksanaannya melibatkan teknik memasak yang unik, di mana batu menjadi bahan utama dalam penyajian makanan. Beragam nama digunakan untuk menyebut tradisi ini; misalnya, masyarakat Paniai menyebutnya “Gapiia”, sedangkan masyarakat Wamena menamakannya “Kit Oba Isogoa”.
Baca Juga: Festival Asmat Pokman Papua Selatan Digelar
Sebelum pelaksanaan upacara, setiap kelompok suku akan menyerahkan seekor babi sebagai persembahan. Ada juga yang menampilkan tarian tradisional, serta menyiapkan batu dan kayu yang akan digunakan dalam proses membakar. Proses awal ini dimulai dengan menumpuk batu, yang kemudian dibakar sampai kayu habis terbakar dan batu menjadi sangat panas.
Setelah batu siap, babi yang telah dipersiapkan akan dipanah oleh para kepala suku secara bergantian. Tindakan ini memiliki makna simbolis; jika babi mati dengan cepat, hal ini dianggap sebagai pertanda baik bahwa upacara akan berjalan sukses. Sebaliknya, jika babi tidak mati segera, diyakini acara tersebut tidak akan berjalan lancar.
Setelah proses pemanahan, tahap selanjutnya adalah memasak babi. Para pria akan menggali lubang cukup dalam, lalu menempatkan batu panas ke dalamnya, di atas lapisan daun pisang dan alang-alang. Lapisan ini berfungsi sebagai penghalang agar uap panas dari batu tidak hilang. Di atas batu panas, ditambahkan dedaunan lagi sebelum potongan daging babi dan sayuran serta ubi jalar dimasukkan. Setelah semua bahan matang, setiap suku akan berkumpul untuk makan bersama, merayakan kebersamaan dan solidaritas masyarakat Papua.
Baca Juga: Rhepang Muaif, Desa Wisata Terbaik Papua
Kini, Tradisi Bakar Batu tidak hanya terbatas pada perayaan kelahiran atau acara kebahagiaan lainnya. Upacara ini juga mulai digunakan untuk menyambut tamu-tamu penting, termasuk kunjungan resmi dari presiden dan tokoh besar lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa Tradisi Bakar Batu tidak hanya merupakan simbol identitas budaya, tetapi juga sebagai sarana menjalin hubungan baik dengan tamu serta mengungkapkan keramahan masyarakat Papua.
Dengan demikian, Tradisi Bakar Batu bukan sekadar ritual, melainkan sebuah cerminan nilai-nilai luhur, solidaritas, dan kebersamaan masyarakat Papua yang patut terus dilestarikan dan dihargai. (Sumber: portal.merauke.go.id)