Tari Dolalak adalah salah satu kesenian tradisional yang berasal dari Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Nama Dolalak berasal dari notasi musik “Do” dan “La”, karena tarian ini diiringi musik yang berpatokan pada dua nada tersebut.
Tari Dolalak berawal dari adaptasi gerakan dansa yang dilakukan tentara kolonial Belanda. Tarian ini kemudian dikembangkan tiga pemuda dari Sejiwan, Kecamatan Loano, Purworejo, yaitu Rejotaruno, Duliyat, dan Ronodimejo.
Mereka mengolah tarian yang awalnya berasal dari budaya Belanda menjadi kesenian rakyat setempat. Seiring waktu, Tari Dolalak mengalami berbagai modifikasi hingga menjadi bentuk yang kita kenal saat ini.
Tari Dolalak pertama kali dipentaskan pada tahun 1915. Popularitasnya sempat surut pada era 1940-an, namun kembali berkembang menjelang tahun 1968. Awalnya, tarian ini hanya ditampilkan kelompok laki-laki dewasa.
Namun, seiring perkembangan zaman, perempuan mulai menari Dolalak. Hal ini dikarenakan dinilai lebih energik dan atraktif, sehingga masyarakat lebih antusias menyaksikannya.
Pertunjukan Tari Dolalak
Tari Dolalak lebih sering ditampilkan di atas panggung atau di lapangan terbuka. Setiap pertunjukannya ada yang bentuk tunggal, berpasangan atau kelompok. Untuk pertunjukan skala besar, jumlah penari bisa mencapai 20 orang atau lebih.
Tari khas Purworejo ini memiliki variasi gerakan tergantung lagu pengiringnya. Di Purworejo terdapat beberapa gaya, seperti Gaya Kaligesingan, Mlaranan, Sejiwanan, hingga Banyuuripan.
Biasanya, pertunjukannya terdiri dari tarian pembuka seperti “Tari Kecil-kecil”, “Ya Nabe”, “Kupu-kupu”, “Jikalau Ada”, “Saya Cari”, “Sungguh Dalam”, dan “Kapal Layar”. Musik pengiringnya menggunakan jidhur, terbang, dan kendang.
Adapun nyanyian atau syair yang dilantunkan pengiring. Namun, di masa sekarang beberapa pertunjukan juga mulai menggunakan keyboard atau organ tunggal sebagai tambahan.
Keunikan Kostum
Salah satu ciri khas tarian ini adalah kostumnya mirip seragam tentara Belanda. Para penari mengenakan kemeja lengan panjang dan celana pendek atau panjang berhiasi motif khas.
Untuk penari perempuan, seragamnya sering dihiasi dengan ornamen emas. Selain itu, mereka juga mengenakan selendang atau sampur berwarna cerah, seperti kuning atau merah.
Pelengkap busana meliputi kaus kaki, topi khas serdadu berwarna hitam dengan aksen batik emas, serta kacamata hitam.
Busana Dolalak mengalami perkembangan seiring waktu. Kostumnya menjadi semakin kaya ornamen, terutama dengan tambahan motif bunga melati dan hiasan di bagian celana.
Trance dalam Tari Dolalak
Puncak pertunjukan Tari Dolalak adalah trance, yaitu fenomena di mana penari mengalami kesurupan setelah ritual pemanggilan roh yang dilakukan seorang pawang.
Roh yang masuk ke tubuh penari disebut “Endang” dan memilih sendiri penari yang akan dirasuki.
Ketika trance terjadi, roh tersebut akan berkomunikasi dengan pawang, yang biasanya menanyakan alasan pemanggilan dan tujuan pertunjukan. Beberapa roh juga memiliki permintaan tertentu, seperti air kelapa atau bunga.
Ketika trance berakhir dan roh keluar dari tubuh penari, roh biasanya memberikan pesan yang berisi nasihat mengenai persatuan dan keselamatan di masa depan.
Setelah itu, roh akan “dipulangkan” dengan lagu khusus yang diiringi pembacaan doa dari kitab Al Barzanji dan surat Al-Fatihah yang diletakkan di atas kendang.
Tari Dolalak adalah kesenian khas Purworejo yang memiliki sejarah panjang dan makna mendalam.
Dengan kostum unik yang menyerupai seragam tentara Belanda serta musik pengiring yang khas, Tari Dolalak terus berkembang seiring zaman dan tetap menjadi kebanggaan masyarakat Purworejo.
(Dari berbagai sumber)