Suasana Telaga Menjer, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah terasa berbeda pada Minggu pagi, 25 Mei 2025 dengan adanya pentas bundengan.
Lembut kabut dan sejuknya udara pegunungan menjadi latar magis bagi pentas bundengan bertajuk “Sekaring Rasa”, yang digelar di atas air sebagai bagian dari rangkaian Road to Kumandanging Kidung Adi.
Pertunjukan ini menjadi bagian dari perayaan budaya sekaligus promosi wisata yang diselenggarakan Sanggar Ngesti Laras.
Pentas bundengan yang digelar kali ini menampilkan 104 peserta lintas generasi, mulai dari anak usia 4 tahun hingga lansia berusia 60 tahun.
Menariknya, acara juga diikuti dua seniman muda asal Sleman, Yogyakarta, bernama Jo dan El, serta seorang dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Darmawan Dadijono.
Kehadiran mereka menjadi bentuk kolaborasi lintas daerah dan generasi dalam upaya pelestarian budaya.
Baca Juga: Workshop Sanggar Ngesti Laras Ajak Cintai Bundengan dan Tari
Dengan perahu sebagai panggung terapung, para seniman menampilkan ragam tari eksploratif dan musik tradisional khas bundengan, sebuah alat musik bambu yang langka dan memiliki akar kuat di budaya petani Wonosobo.
Pertunjukan juga tidak hanya digelar di atas air Telaga Menjer dengan menggunakan perahu, tetapi juga berlangsung di taman baru Telaga Menjer yang baru saja rampung dibangun.
Keberadaan taman ini menambah daya tarik lokasi yang kini tengah dikembangkan sebagai salah satu destinasi unggulan dalam program “Dieng Baru Pertama”.

Pemilik Sanggar Ngesti Laras, Mulyani Moelya, menjelaskan bahwa pertunjukan ini bukan sekadar hiburan, melainkan memiliki pesan simbolis dan spiritual.
“Tema Sekaring Rasa melambangkan ajakan untuk senantiasa ‘mesekar’ — berbunga-bunga, atau berbahagia. Ini adalah simbol semangat dan kebahagiaan yang ingin kami bagikan,” ungkapnya.
Mulyani juga menambahkan bahwa pemilihan Telaga Menjer sebagai lokasi bukan tanpa alasan.
“Pertunjukan di atas air ini terinspirasi dari empat energi dalam diri manusia: rawamah, subiah, mutmainah, dan amarah. Air adalah elemen yang menyejukkan, relevan untuk menyalurkan pesan kedamaian di tengah gejolak,” jelasnya.
Lebih jauh, ia menyebutkan bahwa kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah. Dana penyelenggaraan diperoleh dari Dana Indonesiana Kementerian Kebudayaan.
“Masih ada dua agenda lanjutan, termasuk workshop bundengan dan pelatihan ecoprint. Tujuannya agar generasi muda dan seniman di Ngesti Laras memiliki keterampilan yang menopang kemandirian,” tambah Mulyani.
Dukungan atas acara ini datang langsung dari pemerintah daerah. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, Agus Wibowo, menyatakan komitmennya dalam memfasilitasi ruang berekspresi bagi para seniman.
“Kami memberikan fasilitas bagi teman-teman seniman, dalam hal ini dari Sanggar Ngesti Laras, untuk menggelar pentas Bundengan yang melibatkan banyak sanggar seni,” ujarnya saat ditemui di lokasi acara.
Menurutnya, kegiatan seperti ini menjadi bukti bahwa budaya bisa hadir sebagai atraksi wisata yang edukatif dan menarik.
“Tentu ini menjadi bentuk kolaborasi yang baik. Selain pelestarian budaya, kegiatan ini juga memberikan tontonan menarik bagi wisatawan. Para pengunjung terlihat menikmati pertunjukan ini,” tutur Agus.
Baca Juga: Yatno dan Dedikasinya untuk Bundengan Wonosobo
Agus menambahkan, acara ini menjadi bagian dari pengembangan destinasi wisata baru di kawasan Telaga Menjer yang masuk dalam konsep Lima Dieng Baru.
“Kami terus mendorong sanggar-sanggar seni untuk meningkatkan kreativitas. Ke depan, kami juga akan gelar pelatihan manajemen event bersertifikasi nasional bagi kelompok seni dan penyelenggara kegiatan budaya,” katanya.
Pentas “Sekaring Rasa” ini tidak hanya mengangkat seni bundengan ke permukaan, tapi juga mengukuhkan Telaga Menjer sebagai ruang pertunjukan alam terbuka yang potensial.
Dengan semangat kolaborasi dan dedikasi para pelaku seni, Wonosobo tampaknya sedang bersiap menapaki babak baru dalam peta budaya dan pariwisata Indonesia.
