Pranoto Mongso adalah bentuk penanggalan tradisional yang dipakai masyarakat Jawa untuk membaca pergantian musim.
Sebuah video yang diunggah melalui kanal YouTube Dwi Dims memperlihatkan sosok perempuan tua yang tengah menjelaskan papan bertanda garis, titik, dan garis silang di atasnya.
“Kolomnya ada 30 dan barisnya tujuh sesuai jumlah hari. Ini disebut Pranoto Mongso. Boleh juga disebut kalender,” ujar perempuan itu, yang dikenal dengan nama Mbah Wasinem.
Menurut penuturannya, kitab Pranoto Mongso telah diwariskan turun-temurun dalam keluarganya. Kitab ini dulunya kerap digunakan oleh petani Jawa sebagai panduan dalam bertani. Lantas, bagaimana sebetulnya sistem ini berfungsi?
Sistem dan Aturan
Berdasarkan informasi dari Salamyogyakarta.com, Pranoto Mongso adalah bentuk penanggalan tradisional yang dipakai masyarakat Jawa untuk membaca pergantian musim. Sistem ini populer di kalangan petani dan nelayan, yang memerlukan panduan kondisi alam.
Sistem penanggalan musim warisan leluhur ini pertama kali dikenalkan oleh Raja Pakubuwono VII dan resmi digunakan sejak 22 Juni 1856. Sistem ini memberikan petunjuk bagi petani, nelayan, bahkan para prajurit dalam menentukan waktu yang tepat untuk berbagai kegiatan, mulai dari bercocok tanam hingga melaut.
Pada tahun 1855, aturan ini diperbarui oleh Sri Paduka Mangkunegara IV, yang menyusun siklus berdasarkan fenomena alam seperti perilaku hewan, pertumbuhan tanaman, dan perubahan cuaca.
Menurut pembagian ini, satu tahun terbagi menjadi empat musim utama dan dua musim kecil, yaitu: musim terang (langit cerah, 82 hari), musim semplah (kesulitan, 99 hari) dengan masa paceklik pada 23 hari pertama, musim udan (hujan, 86 hari), dan musim pangarep-arep (penuh harapan, 98/99 hari) yang ditutup dengan panen kecil selama 23 hari terakhir.
Pembagian Musim Pranoto Mongso
Lebih rinci, Pranoto Mongso membagi tahun menjadi 12 musim dengan durasi yang bervariasi sesuai dengan kalender Pranoto Mongso. Musim-musim tersebut meliputi Kasa (22 Juni-1 Agustus), Karo (2 Agustus-24 Agustus), Katelu (25 Agustus-17 September), Kapat (18 September-12 Oktober), Kalima (13 Oktober-8 November), Kanem (9 November-21 Desember), Kapitu (22 Desember-2 Februari), Kawolu (3 Februari-28 Februari), Kasanga (1 Maret-25 Maret), Kasadasa (26 Maret-1 April), Dhesta (19 April-11 Mei), dan Sadha (12 Mei-21 Juni).
Peran Pranoto Mongso dalam Kehidupan Sehari-Hari
Dari panduan ini, diketahui bahwa pada bulan Desember hingga Februari akan terjadi musim badai, hujan, banjir, dan longsor. Sementara itu, musim Kawolu yang berlangsung antara 2 Februari hingga 1 Maret menandakan kewaspadaan terhadap kemungkinan wabah penyakit yang memengaruhi tanaman, hewan, dan manusia, seringkali akibat dari bencana sebelumnya.
Bagi para nelayan, Pranoto Mongso membantu menentukan waktu melaut dengan mengamati letak bintang sebagai patokan. Pada bulan-bulan tertentu, mereka dapat menangkap ikan dalam jumlah banyak. Namun, ada pula saat-saat laut berbahaya, yang menjadi waktu bagi nelayan untuk memperbaiki jaring, rumah, atau mencari pekerjaan lain di darat. (Sumber: YouTube Dwi Dims dan Salamyogyakarta.com)