Rebana Biang, merupakan seni warisan budaya Betawi yang berupa rebana berukuran besar. Berbeda dengan rebana pada umumnya, alat musik betawi ini terdiri dari tiga rebana yang bernama gendung, kotek, dan biang.
Masyarakat Betawi memiliki kekayaan budaya yang melimpah, salah satunya dalam hal alat musik kesenian budaya Betawi, Rebana Biang. Alat musik ini merupakan salah satu seni musik rebana dari budaya Betawi yang bernafaskan Islam.
Penyebutan alat musik ini berbeda-beda di setiap daerah. Ada yang menyebut sebagai rebana gede, rebana salun, gembyung, hingga terbang selamet. Menurut keterangan tokoh Betawi, H. Abd. Rahman, tahun 1966-1977, alat musik ini disebut rebana gede. Namun pada 1974, semua kesenian Betawi diresmikan dan diubah menjadi rebana biang oleh Gubernur Ali Sadikin (gubernur yang menjabat pada saat itu)
Nama ini sendiri mengacu pada ukuran alat yang dipergunakan. Jenis rebana ini terdiri dari tiga buah rebana. Rebana bergaris tengah 30 cm diberi nama gendung, yang berukuran sedang bergaris tengah 60 cm dinamai kotek, rebana dengan garis tengah mencapai 90 cm disebut juga biang.
Perbedaan lainnya, rebana jenis lain memiliki logam kicrik yang berbunyi gemricing saat dipukul, sedangkan dalam Rebana Betawi tak ada. Pada rebana yang berukuran kecil dimainkan sambil duduk, sedang rebana yang berukuran besar dimainkan dengan telapak kaki dan lutut.
Kesenian ini konon merupakan ritual yang diajarkan setelah pengajian. Seiring dengan perkembangan zaman, permainan Rebana Biang memasukkan unsur musik lain seperti terompet, rebab, tehyan, dan biola, untuk mengiringi Teater Blantek dan Tari Blenggo.
Baca Juga : Lenong Betawi, Seni Pertunjukan Teater Penuh Makna
Lagu yang dimainkan biasanya ada dua macam dengan menggunakan bahasa Arab, Sunda, dan Betawi. Pertama berirama cepat disebut lagu Arab atau lagu nyalun seperti lagu berjudul Rabbuna Salun, Alahah serta Hadro Zikir. Kedua berirama lambat, disebut lagu rebana atau lagu Melayu seperti Alfasah, Yulaela, Anak Ayam Turun Selosin serta Sangrai Kacang.
Kesenian ini biasanya digunakan untuk memeriahkan berbagai perayaan seperti pernikahan, khitanan, upacara adat, perayaan budaya hingga ulang tahun. Dalam perkembangannya, kesenian Rebana Biang telah dikenalkan ke masyarakat Betawi sejak tahun 1825.
Tak hanya di wilayah Ciganjur, Jakarta Selatan, perkembangan Rebana khas Betawi ini juga meluas ke berbagai tempat seperti Cijantung, Cakung, Ciseeng, Parung, Pondok Rajeng, Bojong Gede dan Citayam
Saat ini masih banyak komunitas yang berupaya untuk melestarikan alat musik ini. Rebana biang bukan lagi warisan seni budaya Betawi yang perlu dijaga dan dilestarikan. Namun juga dijadikan sebagai media untuk hiburan serta menyiarkan agama Islam (Anisa Kurniawati- Sumber: itjen.kemdikbud.go.id dan lainnya)