Pemerintah melalui Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Masyarakat Adat.
Menteri HAM Natalius Pigai menekankan pentingnya regulasi yang menjamin perlindungan, pelestarian, dan penghormatan terhadap masyarakat adat, yang selama ini belum memiliki payung hukum yang memadai.
“Sejak Indonesia merdeka, belum ada undang-undang yang mengatur tentang perlindungan, pelestarian, penghormatan terhadap masyarakat adat,” ujar Natalius di kantor Kemenham, Jakarta, Selasa (6/5/2025) dikutip dari nasional.kompas.com.
Ia menegaskan bahwa sebenarnya UUD 1945 telah secara eksplisit mengakui keberadaan masyarakat hukum adat melalui Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3), dan Pasal 33 ayat (3).
Baca Juga: Teman Tuli Wonosobo Antusias Ikuti Kelas Literasi Digital Inklusif
Karena itu, menurutnya, pengesahan RUU Masyarakat Adat harus segera dilakukan sebagai wujud nyata penghormatan terhadap konstitusi dan hak asasi manusia.
“Dalam kerangka itulah, Kementerian HAM konsisten mendukung percepatan pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat yang berisikan penghormatan terhadap nilai-nilai atau dijiwai, disemangati, oleh nilai-nilai hak asasi manusia. Saya kira itu sikap dari Kementerian Asasi Manusia,” tambahnya.
Natalius juga menyampaikan keyakinannya bahwa DPR tidak akan mengalami kesulitan dalam mengesahkan RUU itu, terlebih jika sudah masuk sebagai hak inisiatif DPR.
“Pengesahan itu kalau sudah menjadi hak inisiatif DPR, saya meyakini, apalagi saya pasti akan menyurati, saya meyakini tidak akan mengalami kesulitan,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan dari Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, Abdon Nababan, turut mendukung langkah Kementerian HAM.
Ia menyebut kementerian ini sebagai “rumah bagi masyarakat adat” dan meminta agar proses pengesahan RUU terus dikawal hingga tuntas.
“Oleh karena itu tadi kami minta kementerian supaya RUU Masyarakat Adat ini dikawal betul di dalam pemerintahan Pak Prabowo lewat Menteri HAM, karena memang ini janji konstitusi,” kata Abdon.
Sebagai informasi, RUU Masyarakat Adat telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebanyak tiga kali sejak pertama kali diajukan pada 2009.
Namun hingga kini, belum ada kepastian kapan RUU ini akan disahkan.
Pakar hukum dari Universitas Indonesia, Ismala Dewi, menyebut keterlambatan pengesahan ini sebagai bentuk ketidakadilan terhadap masyarakat adat.
Dalam sebuah diskusi daring pada Selasa (22/4/2025), ia mengatakan, “Sudah 15 tahun, artinya sudah lama sekali. Artinya belum sampai ini keadilan karena untuk menjamin kepastian masyarakat, untuk mencapai kesejahteraan itu belum terealisasi.”
Baca Juga: Bobby Kertanegara Jadi Primadona di PetFest 2025
Ismala juga menekankan pentingnya memastikan bahwa pasal-pasal dalam RUU Masyarakat Adat tidak bertentangan dengan peraturan sebelumnya, dan justru memperbaikinya jika dirasa kurang adil.
Ia secara khusus menyoroti pentingnya pengaturan sumber daya alam dalam RUU dengan merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-XI/2013.
“Sehingga substansi UU Masyarakat Adat menjadi lebih lengkap sesuai dan tidak bertentangan dengan aturan sebelumnya atau bahkan dapat memperbaiki aturan sebelumnya apabila dianggap peraturan lama tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat,” jelasnya.
Dengan berbagai dorongan ini, masyarakat berharap RUU Masyarakat Adat segera disahkan sebagai wujud nyata pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat di Indonesia.