Di tengah gempuran budaya asing, Sanggar Seni dan Budaya Paksi Padjadjaran di Cibereum, Cimahi, Jawa Barat tetap konsisten melestarikan seni sunda. Hal ini diapresiasi oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI).
Anggota Komite III DPD RI dari Daerah Pemilihan Jawa Barat, Agita Nurfianti terus mendorong kemajuan seni dan budaya Indonesia. Salah satu bentuk apresiasinya adalah dengan memberikan dukungan terhadap para pejuang seni dan budaya.
Dilansir dari laman infopublik.id, dalam kunjungan resesnya ke Sanggar Paksi Padjadjaran, Agita menyampaikan rasa bangga terhadap dedikasi sekitar 50 anak dan remaja sanggar itu. Di tengah gempuran budaya luar seperti K-Pop, mereka masih semangat dalam melestarikan budaya lokal.
“Alhamdulillah saya bangga, mengapresiasi, dan mendukung kegiatan adik-adik yang produktif melestarikan seni dan budaya asli Indonesia, khususnya Sunda,” ujar Agita.
Sanggar Paksi Padjadjaran sendiri aktif menampilkan seni tari, gamelan, dan karawitan dalam berbagai acara, mulai dari tingkat RT hingga provinsi. Dengan bimbingan pengajar dari Universitas Pendidikan Indonesia, sanggar ini berhasil menjuarai beberapa kompetisi seni.
Salah satunya yaitu kejuaraan tingkat Provinsi Jawa Barat di Kabupaten Subang pada 21 Desember 2024 lalu. Namun, di balik prestasi tersebut, sanggar ini menghadapi berbagai keterbatasan fasilitas.
Keterbatasan Fasilitas
Bangunan sanggar sendiri masih sederhana terbuat dari bambu dan papan. Bahkan lokasinya masih menempati lahan milik perusahaan. Ketua RT setempat, Lili Kusnadi, menyebutkan bahwa latihan sering dilakukan di luar lapangan, atau di dalam ruang sempit jika hujan.
Pembina sanggar lainnya, Kemas Firdaus, menambahkan bahwa perbaikan di berbagai titik diperlukan untuk menunjang kegiatan anak-anak. Mulai dari fasilitas seperti kaca, lantai vinil, dan perbaikan atap.
Selain itu, mereka juga memerlukan ruangan kedap suara karena suara gamelan dan karawitan sering dianggap mengganggu warga, terutama saat malam hari.
Tantangan lain yang harus dihadapi Sanggar Paksi Padjadjaran yaitu terkait legalitas sanggar. Menurut Ketua Sanggar Rizwan, proses legalisasi terganjal persyaratan memiliki lahan. Hingga kini, legalitasnya baru diakui di kecamatan.
Sementara itu, dukungan terhadap sanggar ini juga datang dari Nurul, perwakilan RW dan pengurus PKK. Ia menilai aktivitas sanggar dapat membantu mengarahkan remaja pada kegiatan positif.
“Jarang sekali anak muda yang mau melestarikan budaya kita. Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh dan mental anak-anak,” ujarnya