Bagi Anda yang kerap bepergian dengan naik kereta api ke wilayah Jawa Tengah, mungkin pernah berhenti di Stasiun Klaten. Meski nyaris sama dengan stasiun-stasiun lainnya, Stasiun Klaten ternyata memiliki Sejarah tersendiri dalam dunia perkeretapian di Indonesia.
Melansir dari laman resmi PT Kereta Api Indonesia (KAI), Stasiun ini termasuk salah satu bagian jalur kereta api pertama Semarang-Vorstenlanden (Solo-Jogja), bagian tahapan pembangunan Solo-Jogja.
Stasiun kereta api kelas satu ini terletak di Jalan KH Samanhudi, Tonggalan, Klaten Tengah, Jawa Tengah. Stasiun berada di ketinggian +151 meter di atas permukaan laut, dan dikelola oleh KAI Daerah Operasi (Daop) 6 Yogyakarta.
Stasiun dibuka tanggal 9 Juli 1871 oleh perusahaan kereta api swasta Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschaapijj (NISM) dengan nama Station Klatten, berbarengan dengan pembukaan jalur Ceper-Klaten. Sekarang, stasiun Klaten sudah berusia 153 tahun.
Bangunan awal stasiun masih sederhana beratap model pelana, bukaan pintu besar berjendela krapyak. Di sisi peron stasiun ada teritisan atap panjang. Toilet dibangun terpisah di sisi timur stasiun.
Stasiun dibangun akibat berkembangnya perekonomian dan industri Perkebunan di wilayah Klaten, terutama gula. Pada masa itu, gula menjadi komoditas ekspor penting bagi Hindia Belanda, untuk pasar Eropa. Bahkan, Hindia Belanda termasuk salah satu daerah pengekspor gula terbesar di dunia.
Saat awal beroperasi, Stasiun melayani enam perhentian kereta api yakni dua perjalanan pulang-pergi Solo-Yogyakarta dan satu perjalanan pulang-pergi Semarang-Yogyakarta. Jalur Klaten-Solo sekira 45 menit sedangkan dari Klaten ke Yogyakarta memakan waktu sekira setengah jam.
Awal abad ke-19, NISM merenovasi stasiun-stasiun di jalur Semarang-Solo-Yogyakarta, termasuk Stasiun Klaten yang diperbaiki sekira tahun 1903. Bangunan stasiun dibuat memanjang dengan fasad tengah lebih tinggi. Overkaping ditambahkan di sisi peron dan dibangun gudang di sisi timur stasiun.
Bangunan Bersejarah Masih Terawat
Pada tahun 1990, Stasiun Klaten kembali direnovasi. Atap bangunan tengah stasiun yang semula berbentuk pelana diubah menjadi atap prisma, dan beberapa ruang ditata ulang dengan fungsi baru.
Stasiun Klaten, yang memiliki sejarah sejak zaman Hindia Belanda, awalnya memiliki enam jalur kereta api. Pada mulanya, jalur satu adalah sepur lurus. Setelah jalur ganda ruas Srowot–Ketandan dioperasikan tahun 2001 dan ruas Brambanan–Delanggu pada 15 Desember 2003.
Jalur satu menjadi sepur lurus arah Yogyakarta, sedangkan jalur dua menjadi sepur lurus arah Solo. Jalur tiga menjadi tempat pemberhentian kereta api antarkota, aglomerasi, Commuter Line Yogyakarta, dan Kereta Api Bias. Jalur 4, 5, dan 6 menjadi jalur parkir KRL.
Baca Juga:Destinasi Museum Unik Indonesia, Dari Naga Hingga Nyamuk
Saat ini, wajah Stasiun Klaten masih kokoh berdiri dan semakin bagus dan terawatt perawatan dengan penambahan berbagai fasilitas untuk memberikan pelayanan bagi pelanggan sesuai standar pelayanan minimal. Stasiun ini sekarang tidak hanya melayani pelanggan kereta jarak jauh dan aglomerasi, tetapi juga melayani pelanggan kereta komuter.
Dari tahun ke tahun, jumlah pelanggan meningkat pesat. Pada 2022, pelanggan yang naik-turun mencapai 1.015.835 orang. Di tahun 2023, jumlahnya meningkat menjadi 1.420.117 orang. Hingga Juni 2024, jumlah pelanggan di Stasiun ini mencapai 875.073 orang, untuk kereta api jarak jauh dan kereta komuter. Angka ini diprediksi akan terus meningkat hingga akhir tahun.
Stasiun Klaten peninggalan Belanda yang masih aktif dan terawat ini merupakan bukti sejarah yang hidup, menghubungkan masa lalu dengan masa kini dengan fungsionalnya yang tetap terjaga. Hal ini juga menjadi bukti nyata, KAI konsisten memelihara dan merawat bangunan bersejarah dengan baik. (Foto: Dok. PT KAI)