By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Tradisi Ngebuyu, Acara Seru Rayakan Kelahiran Bayi Baru Lahir
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Tradisi > Tradisi Ngebuyu, Acara Seru Rayakan Kelahiran Bayi Baru Lahir
Tradisi

Tradisi Ngebuyu, Acara Seru Rayakan Kelahiran Bayi Baru Lahir

Anisa Kurniawati
Last updated: 11/12/2024 03:02
Anisa Kurniawati
Share
Keseruan acara Saweran dalam tradisi Ngebuyu di Lampung. Foto: Tnagkapan layar youtube/Ina Nabila
SHARE

Saat menyambut bayi yang baru lahir, masyarakat di Kabupaten Lampung memiliki cara unik yaitu tradisi Ngebuyu. Momen perayaan ini biasanya dilakukan dalam waktu 9–10 hari setelah bayi lahir. 

Tradisi ini masih digelar masyarakat Kecamatan Rajabasa, kecamatan Way Urang Kabupaten dan Ulun Lampung Saibatin di Kabupaten Lampung Selatan. Tradisi Ngebuyu, juga dikenal dengan nama “Ngabuyu; Kabuyon; Diduayon; Tabur Uang; Saweran“.

Dilansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, tradisi ini dilaksanakan setelah bayi berumur 9-10 hari. Sebelum itu, bayi tidak boleh dibawa keluar rumah. Sebelum aqiqah, tradisi ini menjadi syarat wajib yang harus dilakukan.

Maksud dari tradisi ini yaitu sebagai ungkapan rasa syukur karena telah dikaruniai anak bagi orang tua. Sedangkan bagi orang-orang yang menghadiri tradisi Ngebuyu, disimbolkan sebagai saksi. 

Disamping itu, kehadiran para undangan adalah sebagai bagian dari falsafah sakai sambayan. Prinsip ini masih dipegang teguh oleh Masyarakat Lampung. Sakai sambayan memiliki makna  gotong royong, tolong menolong, dan meningkatkan silaturahmi. Selain itu juga  untuk mempererat hubungan baik antar kerabat maupun antar tetangga 

Pelaksanaan Tradisi Ngebuyu

Secara pelaksanaannya, tradisi ngebuyu merupakan upacara adat yang sederhana.

Tahapan awal yang perlu dipersiapkan adalah membeli perlengkapan upacara. Bahan tersebut seperti beras kuning, kemiri, uang (logam dan kertas), kertas hias, kayu/bambu, lem, dan permen. 

Kertas hias warna (biasanya merah dan putih), bersama dengan kertas hias dan kayu dirangkai menyerupai pohon. Nantinya puncak pohon buatan diberi foto sang bayi. Pohon ini digunakan hanya sebagai simbol pelaksanaan tradisi Ngabuyu. Sedangkan, beras kuning, kemiri, dan uang diletakkan di baskom yang sudah diberi alas kain.

Jika anak pertama melakukan tradisi Ngebuyu pada hari kedua, maka anak kedua dan seterusnya akan mengikuti pelaksanaan tradisi Ngebuyu pada hari kedua juga. 

Proses tradisi ini diawali dengan pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat terdekat. Tradisi Ngabuyu biasanya dilaksanakan pada pagi hari di halaman rumah penyelenggara. Upacara diawali dengan keluarnya sang penyelenggara beserta sang bayi dari pintu depan rumah.

Setelah memberi sambutan singkat, ibu dan bayinya menaburkan sedikit demi sedikit baskom berisi uang logam dan kertas, kemiri, dan beras kuning. Disisi lain, orang-orang yang hadir berebut mengambil uang yang ditaburkan. 

Taburan Bermakna

Bahan-bahan yang ditaburkan pada tradisi Ngebuyu memiliki makna masing-masing. Beras kuning memiliki makna saling tolong menolong dan menghargai makhluk Tuhan. Kemiri memiliki makna menjauhkan bayi yang baru dilahirkan dari pengaruh buruk yang datang dari makhluk halus. 

Sedangkan uang artinya sebagai media mempertemukan keluarga dan kerabat. Sementara Permen bermakna rasa saling menyayangi agar bayi diterima baik di keluarga maupun masyarakat. 

Setelah berusia lebih dari 9 hari, sang bayi baru boleh berada di luar dan boleh dibawa mandi ke sungai (kabuyon atau diduayon). Namun, seiring perkembangannya, tradisi memandikan bayi ke sungai diganti dengan memandikan di bak yang disiapkan di depan rumah.

You Might Also Like

Mengenal Aruh Baharin, Ritual Adat Dayak Meratus Halong

Ketulusan Cinta dalam Sendratari Ramayana

Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta Digelar di Kampung Ketandan

Menelusuri Akulturasi Islam dan Budaya Jawa dalam Sekaten

Waisak di Borobudur Akan Tampilkan 2569 Lampion dan Drone Show

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Anisa Kurniawati
Content Writer
Previous Article Desa Wisata Jatiluwih Bali Raih Prestasi Internasional
Next Article Taman Nasional Way Kambas, Sekolah Gajah Pertama
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?