Saat menyambut bayi yang baru lahir, masyarakat di Kabupaten Lampung memiliki cara unik yaitu tradisi Ngebuyu. Momen perayaan ini biasanya dilakukan dalam waktu 9–10 hari setelah bayi lahir.
Tradisi ini masih digelar masyarakat Kecamatan Rajabasa, kecamatan Way Urang Kabupaten dan Ulun Lampung Saibatin di Kabupaten Lampung Selatan. Tradisi Ngebuyu, juga dikenal dengan nama “Ngabuyu; Kabuyon; Diduayon; Tabur Uang; Saweran“.
Dilansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, tradisi ini dilaksanakan setelah bayi berumur 9-10 hari. Sebelum itu, bayi tidak boleh dibawa keluar rumah. Sebelum aqiqah, tradisi ini menjadi syarat wajib yang harus dilakukan.
Maksud dari tradisi ini yaitu sebagai ungkapan rasa syukur karena telah dikaruniai anak bagi orang tua. Sedangkan bagi orang-orang yang menghadiri tradisi Ngebuyu, disimbolkan sebagai saksi.
Disamping itu, kehadiran para undangan adalah sebagai bagian dari falsafah sakai sambayan. Prinsip ini masih dipegang teguh oleh Masyarakat Lampung. Sakai sambayan memiliki makna gotong royong, tolong menolong, dan meningkatkan silaturahmi. Selain itu juga untuk mempererat hubungan baik antar kerabat maupun antar tetangga
Pelaksanaan Tradisi Ngebuyu
Secara pelaksanaannya, tradisi ngebuyu merupakan upacara adat yang sederhana.
Tahapan awal yang perlu dipersiapkan adalah membeli perlengkapan upacara. Bahan tersebut seperti beras kuning, kemiri, uang (logam dan kertas), kertas hias, kayu/bambu, lem, dan permen.
Kertas hias warna (biasanya merah dan putih), bersama dengan kertas hias dan kayu dirangkai menyerupai pohon. Nantinya puncak pohon buatan diberi foto sang bayi. Pohon ini digunakan hanya sebagai simbol pelaksanaan tradisi Ngabuyu. Sedangkan, beras kuning, kemiri, dan uang diletakkan di baskom yang sudah diberi alas kain.
Jika anak pertama melakukan tradisi Ngebuyu pada hari kedua, maka anak kedua dan seterusnya akan mengikuti pelaksanaan tradisi Ngebuyu pada hari kedua juga.
Proses tradisi ini diawali dengan pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat terdekat. Tradisi Ngabuyu biasanya dilaksanakan pada pagi hari di halaman rumah penyelenggara. Upacara diawali dengan keluarnya sang penyelenggara beserta sang bayi dari pintu depan rumah.
Setelah memberi sambutan singkat, ibu dan bayinya menaburkan sedikit demi sedikit baskom berisi uang logam dan kertas, kemiri, dan beras kuning. Disisi lain, orang-orang yang hadir berebut mengambil uang yang ditaburkan.
Taburan Bermakna
Bahan-bahan yang ditaburkan pada tradisi Ngebuyu memiliki makna masing-masing. Beras kuning memiliki makna saling tolong menolong dan menghargai makhluk Tuhan. Kemiri memiliki makna menjauhkan bayi yang baru dilahirkan dari pengaruh buruk yang datang dari makhluk halus.
Sedangkan uang artinya sebagai media mempertemukan keluarga dan kerabat. Sementara Permen bermakna rasa saling menyayangi agar bayi diterima baik di keluarga maupun masyarakat.
Setelah berusia lebih dari 9 hari, sang bayi baru boleh berada di luar dan boleh dibawa mandi ke sungai (kabuyon atau diduayon). Namun, seiring perkembangannya, tradisi memandikan bayi ke sungai diganti dengan memandikan di bak yang disiapkan di depan rumah.