Saat akan melamar, ada kebiasaan atau tradisi yang bernama ngin-angin di daerah Sumenep, Madura. Tradisi turun-temurun ini untuk mengetahui seputar informasi dari gadis yang ingin dilamar.
Biasanya di sini ada perantara orang lain yang dimintai tolong oleh pihak keluarga laki-laki. Perantara bisa siapa saja, tapi yang umum dari kerabat atau famili si gadis. Perantara bisa siapa saja, tapi umumnya dari orang yang disegani dan dipercaya, seperti seorang ustadz atau kyai.
Dalam Bahasa Madura, Ngin-angin sendiri memiliki arti memberi angin atau kabar. Tujuannya untuk mendapatkan informasi dari gadis yang ingin dilamar. Informasi yang ingin didapat ialah apakah sang gadis sudah ada yang melamar atau tidak. Tahapan selanjutnya yaitu memasang “ngin-angin” oleh orang ketiga atau perantara.
Baca juga: Rokat Tase, Tradisi Para Nelayan Madura
Memberi angin atau memberi kabar digunakan untuk mengetahui bagaimana respon dari pihak perempuan. Tahapan ini dimaksudnya untuk mengetahui sejauh mana pihak pria akan diterima oleh pihak perempuan. Pertimbangan dari pihak perempuan juga biasanya ikut dibahas.
Dalam proses ini, keluarga pihak pria biasanya membawa makanan khas yang menyimbolkan keseriusan. Makanan itu seperti, pisang, kopi, dan gula. Jika “ngin-angin” ini mendapat tanggapan yang baik, maka langkah selanjutnya yaitu menentukan hari yang bagus.
Jika tahap selanjutnya berjalan dengan baik maka akan berlanjut pada proses lamaran. Pihak pria akan mengunjungi rumah perempuan dengan membawa sejumlah seserahan. Misalkan seperti aneka macam kue, pakaian, kosmetik, dan beberapa peralatan yang biasa digunakan perempuan.
Tahap ini idak berhenti sampai disitu saja. Setelah itu, ada jeda satu minggu untuk pihak perempuan berkunjung ke rumah pihak pria. Orang Madura menyebutnya “balessan” atau balasan. Maksudnya yaitu bahwa pihak keluarga perempuan membalas lamaran yang diajukan pihak pria.
Ketika datang ke pihak pria, keluarga perempuan juga membawa bawaan yang sama dan menyesuaikan dengan apa yang digunakan oleh pihak pria. Baru setelah itu, melakukan perencanaan pernikahan yang akan digelar tak lama kemudian. Hingga saat ini, prosesi adat ini masih eksis dan menjadi warisan budaya yang lestari di Madura. (Diolah dari berbagai sumber)