Tradisi Makan di Kelung dipercaya masyarakat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi sebagai usaha menyembuhkan keluarga yang sakit. Selain itu, ritual diyakini untuk membawa keberkahan.
Dikutip dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id tradisi ini hanya ada di daerah Melayu Timur yang mencakup Sabak Timur, Kampung Laut, Mendahara dan Nipah Panjang.
Tradisi Makan di Kelung lahir dari masyarakat Melayu Timur yang dulunya menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Mereka percaya melalui beberapa prosesi, ritual pengobatan ini dapat membawa efek penyembuhan dan keberkahan bagi si sakit.
Meja Tua
Prosesi tradisi ini melalui beberapa tahapan dengan persyaratan tertentu. Tempat dilakukannya tradisi biasanya di rumah orang yang sakit atau di tempat-tempat yang memungkinkan untuk melaksanakan ritual. Pemilihan tempatnya tidak harus secara istimewa. Namun, dukun atau pemimpin ritual memegang peranan penting dalam tradisi ini.
Tahap awal yang harus dilakukan yaitu, mempersiapkan berbagai sesajen keperluan ritual. Sesajen itu berupa kue mue. Proses pembuatan kue ini harus dilakukan dengan bersih dan suci. Maka dari itu, hanya dilakukan orang-orang tertentu. Orang itu yakni ibu-ibu yang tidak lagi mengalami siklus haid.
Kemudian pemimpin ritual atau dukun akan memilih waktu yang tepat untuk melaksanakan Makan di Kelung. Setelah mengetahui kapan ritual diadakan maka di hari pelaksanaannya seseorang yang terkena penyakit diletakkan dalam sebuah kamar.
Lokasi kamar telah diatur sedemikian rupa untuk melakukan ritual Makan di Kelung. Istilah kelung sendiri merupakan sarana dilaksanakannya ritual. Kelung ini berbentuk meja kayu persegi panjang dan sudah berumur tua.
Baca juga: Candi Muaro Jambi, Situs Terbesar di Sumatera
Kerasukan
Menurut masyarakat setempat kelung tersebut dipercaya dapat menjadi media perantara ketika pemimpin ritual berhubungan dengan kekuatan gaib. Kelung biasanya ditempatkan ditengah-tengah kerumunan masyarakat yang hadir.
Tidak hanya itu kelung juga dihiasi dengan beragam aneka bahan makanan. Mulai dari ketan hitam, ketan kuning, kue-kuean dan sebagainya. Makanan-makanan tersebut dicampur menjadi satu dan dibentuk menyerupai seekor buaya yang merupakan simbol penguasa laut atau air.
Setelah semua persyaratan siap, doa-doa pun didendangkan. Biasanya ritual dimulai dengan terjadinya kerasukan roh sang leluhur. Hal tersebut menjadi penanda bahwa ritual pengobatan segera dimulai. Kemudian orang yang sakit didudukkan menghadap sesajian.
Pemimpin ritual mulai memainkan perannya, dengan pusaka terhunus dan mantra. Pemimpin itu dengan menggunakan kekuatan batinnya, mengusir segala hal yang buruk. Tak lupa dia juga berdoa mengharapkan datangnya kesembuhan untuk si sakit.
Ritual Makan di Kelung dinyatakan berakhir dengan tanda batang tebu yang dipatahkan. Orang yang sakit kemudian dipersilahkan makan di kelung. Setelah itu, masyarakat yang hadir, secara spontan mulai beranjak berebut berkah, dengan memakan makanan di kelung.
Tradisi ini sudah lama jarang terlihat. Hal ini mungkin dikarenakan jaman semakin modern. Selain itu adanya edukasi pengobatan dokter.