Komunitas Dayak Meratus di Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan memiliki adat perkawinan unik, khususnya pada masyarakat Dayak Halong. Hingga saat ini, terdapat sedikitnya enam kategori perkawinan yang masih dijaga kelestariannya.
Tokoh adat mayarakat Dayak Kabupaten Balangan, Eter Nabiring seperti dikutip dari Infopublik.id beberapa waktu lalu menyebutkan, keenam kategori dalam perkawinan Dayak Halong adalah istilah atau ungkapan untuk mengambarkan proses terjadinya perkawinan itu sendiri, yakni jampi pa’ung, jampi barondayan, jampi barabutan, jampi kataguran, jampi ha lehung dan jampi huang wuwuu.
Jampi Pa’ung atau perkawinan dasar adalah perkawinan melalui proses lamaran dan pertunangan terlebih dahulu. Sedangkan, Jampi Barondayan gambaran untuk perkawinan yang dilakukan oleh orang yang sudah berstatus duda atau janda, tetapi tetap melalui proses meminang.
Untuk kategori Jampi Kataguran adalah perkawinan karena ditegur atau tertangkap basah (I’gandak) oleh wali asbah lalu dikawinkan. Lain lagi untuk istilah Jampi Ha Lehung atau Ngampang yang merupakan perkawinan yang terjadi karena pihak perempuan hamil di luar nikah.
Baca juga: Upacara Adat Peusijuek, Tradisi Syukuran Masyarakat Aceh
Diatur Sidang Adat
Kategori perkawinan Jampi Huang Wuwu ialah perkawinan antara saudara kandung. Perkawinan ini amat jarang terjadi, namun pernah terjadi pada masa lampau. “Semua kategori perkawinan ini ada ketentuan aturan adatnya, baik itu besaran mahar, denda adat maupun hari penetapan pelaksanaan perkawinannya ataupun proses pelaksanaan sidang adat perkawinan,” ujar Eter Nabiring.
Secara keseluruhan, menurut Eter, dalam hal perkawinan Dayak Halong diatur lewat sidang adat perkawinan. Di mana ada beberapa rangkaian atau unsur tatacara sidang adat perkawinan yang dimulai dengan, adanya Waris (wali asbah), Penyancangan (pimpinan sidang), Pembayaran Timpah, pembayaran Mahar (jujuran), lalu kedua mempelai duduk di pelaminan.
Maksud dari Timpah Bawah dan Timpah Atas, menurut Eter, adalah pembayaran untuk mengambarkan kedekatan kedua keluarga pengantin. BiLa makin dekat hubungannya maka semakin sedikit pembayaran timpang ini.
Selain itu, menurut dia, ada juga tatacara perkawinan untuk poligami (Bamadu). Perkawinan bamadu menurut tatacara adat, dilakukan dengan cara pihak istri tua meminang pihak calon istri muda.
“Ada juga cara perceraian (sarak) yang dimulai dari gugatan istri atau suami kepada kepala adat meminta adanya perceraian. Tiap tahapan perceraian ataupun rujuk selalu ada ketentuan adat yang harus dipenuhi,” pungkas Eter. Tradisi Perkawinan Dayak Meratus ini hingga sekarang masih lestari.