Tumpeng sewu, merupakan tradisi makan bersama suku Osing Desa Kemiren Banyuwangi. Ritual ini dilaksanakan setiap bulan Dzulhijjah untuk mengungkapkan rasa syukur. Para warga akan menggelar seribu tumpeng dengan menu wajibnya yaitu pecel pithik.
Sebenarnya tidak ada sumber pasti yang menjelaskan bagaimana tradisi ini diturunkan. Namun dikutip dari kontenjatim.com, menurut jurnal dari Universitas Negeri Surabaya pada Selasa (11/7/203), tradisi tumpeng sewu berasal dari Desa Kemiren yang awalnya masih berupa sawah dan kebun. Pada saat itu, sebagian besar warga menanam berbagai tanaman.
Kemudian masyarakat tersebut melakukan nazar atau janji apabila tanamannya berhasil maka mereka akan mengadakan selamatan dengan menyajikan pecel pitik. Nazar tersebut berhasil, kemudian warga mengadakan selamatan.
Ketika kebun di Desa Kemiren sudah berubah menjadi permukiman, selamatan tersebut masih dilaksanakan. Pada tahun 2007, kemudian selamatan tersebut dinamakan tumpeng sewu yang merujuk pada jumlah tumpeng pecel pitik yang berjumlah seribu.
Pelaksanaan Tumpeng Sewu
Tumpeng Sewu biasanya diadakan pada bulan Dzulhijjah yang dimulai dari ba’da Shalat Magrib dengan dipimpin doa dari masing-masing mushala yang menyelenggarakan. Biasanya warga akan menggelar seribu tumpeng di pinggir jalan.
Sejak pukul 18.00 jalan menuju Desa Adat Kemiren telah ditutup. Semua warga yang ingin menuju desa ini harus berjalan kaki demi menghormati ritual adat ini. Di sepanjang jalan ribuan tumpeng yang ditutup daun pisang sudah mulai disiapkan.
Tumpeng ini dilengkapi lauk khas warga Kemiren, pecel pithik dan sayur lalapan sebagai pelengkapnya. Pecel pitik merupakan hidangan ayam kampung panggang dan parutan kelapa
dengan bumbu khas Osing. Menu ini wajib ada dalam setiap tumpeng.
Usai salat Magrib, ritual ini mulai dilangsungkan. Semua orang akan duduk dengan tertib bersila di atas tikar tahu karpet di depan rumah. Setelah itu, warga diajak berdoa bersama baru kemudian makan bersama-sama tumpeng yang dihidangkan tersebut.
Sebelum tradisi menyantap tumpeng, biasanya akan ada iring-iringan barong cilik dan barong lancing melintasi jalan desa untuk melakukan Ider Bumi. Barong diarak dari dua sisi timur dan
barat, lalu bertemu di titik utama di depan Balai Desa Kemiren.
Tumpeng sewu sendiri sudah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda sejak tahun 2014 dan masuk sebagai Festival Banyuwangi.Tumpeng Sewu. Sempat diadakan di rumah masing-masing karena Covid-19, kini tradisi ini kembali dilaksanakan. Terakhir kalinya pada bulan Juni 2024 lalu. (Ditulis dari berbagai sumber)