Ada banyak kearifan budaya lokal di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masih eksis hingga kini, salah satunya Uma Lengge.
Bangunan tradisional suku Mbojo ini, berada di Kecamatan Wawo. Bangunan mirip rumah ini sudah ada sejak ribuan tahun silam. Meski terlihat sederhana, bangunannya memerlukan daya artistik yang unik dan pembuatnya harus memiliki keahlian khusus.
Bahan bagunan rumah tradisional ini berupa kayu, bambu dan rumbia atau ilalang yang dipakai di bagian atap dan dinding. Di zaman dahulu, selain sebagai rumah, Uma Lengge digunakan masyarakat Wawo untuk lumbung.
Rumah tradisional ini umumnya berdiri di atas empat tiang dengan batu sebagai tumpuannya. Konstruksinya dibangun tahan gempa dan tidak mudah runtuh.
Tiang atau Ri’i Uma (bahasa Bima) umum berbentuk huruf A. Setiap Ri’i diberi Wole mirip pasak sebagai pengunci tiangnya. Ukuran fondasi biasanya bervariasi, tergantung besar tiang penyangga dan diletakkan di permukaan tanah.
Dalam Bahasa Mbojo, uma berarti “rumah”, dan lengge mengacu pada bentuk “tinggi dan mengerucut”. Jadi, uma lengge adalah rumah yang (atapnya) tinggi mengerucut.
Uma Lengge, sangat sulit dinaiki ataupun dipanjat begitu saja kecuali menggunakan tangga. Tikus pun tidak dapat naik ke atas rumah karena terhalang Ngapi. Batu fondasinya pun konon dimantrai para sando (dukun) supaya tikus tidak bisa naik ke atas rumah.
Tradisi di Bima juga mengenal Jompa, bangunan lain di pekarangan warga yang (umumnya) tinggal di rumah panggung. Jompa khusus dijadikan lumbung atau penyimpan hasil panen dan bahan pangan.
Masyarakat tradisional suku Mbojo, menggunakan Jompa atau lumbung berbentuk rumah, selain untuk menyimpan padi ikat namun juga padi gabah dan jenis palawija.
Lumbung padi tradisional ini, dijaga petugas khusus dan berada jauh dari rumah warga mengantisipasi terjadi kebakaran.
Di masa lalu, Uma Lengge dan Jompa dibangun bersanding. Jompa harus berada di belakang karena kehidupan masyarakat Bima tak terpisahkan dengan pertanian. Hasil panen seperti padi, gandung, jagung, dan lainnya selalu disimpan di Jompa.
Uniknya, untuk mengambil padi atau hasil panen, hanya boleh dilakukan ibu-ibu. Mereka dinilai bisa mengetahui kebutuhan keluarganya. Sementara untuk naik Uma Lengge harus memakai tangga kayu atau bambu.
Bila sudah menyimpan atau mengambil padi, tangganya akan disimpan di tempat yang aman mengantisipasi aksi pencurian.
Jompa pun dibangun di lahan kosong oleh warga Desa Maria. Ada sekitar 200 Jompa yang masih berdiri dan menjadi lumbung padi warga. Hampir setiap kepala keluarga memiliki lumbung padi.
Untuk membedakannya mereka menandai dengan nomor. Ukuran Uma Lengge dan Jompa hampir sama 2,5 meter kali 2,5 meter atau 3 kali tiga meter. Sekarang, rumah tradisional itu menjadi keharusan bagi masyarakat Wawo. (Dari berbagai Sumber)
Liputan terkait Layang-layang Lake ini dapat Anda saksikan di Youtube: Emmanus TV