Keputusan penundaan pemasangan Chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah diapresiasi pemerintah. Chattra adalah pelindung berbentuk mahkota yang akan dipasang di puncak stupa. Chattra juga bermakna sebagai bentuk keberanian dan simbol kesucian tahapan spiritualitas.
Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga Kemenko PMK Warsito, seperti dikutip dari laman resmi Kemenko PMK, Rabu (11/9/2024) lalu, menyatakan akan berkoordinasi lanjutan dengan kementerian/lembaga membahas pelestarian Candi Borobudur sebagai warisan dunia oleh UNESCO dengan tetap membuka ruang bagi masyarakat menjadikan Borobudur sebagai lokasi wisata spiritual.
Deputi Warsito menyampaikan, pelestarian Candi Borobudur menjadi kepentingan universal dan perlu dilengkapi kajian teknis yang lengkap. Keputusan penundaan pemasangan Chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur juga untuk menghindari polemik di masyarakat.
Sebelumnya, rencana pemasangan Chattra di Stupa Borobudur menjadi polemik dan mendapat penolakan. Sejumlah ahli arkeologi misalnya, menolak rencana itu karena meyakini stupa induk di Candi Borobudur tidak memiliki chattra.
Pemasangan Chattra Ditunda
Dari laman resmi Kementerian Agama, Rabu (11/9/2024) disebutkan, pemasangan chattra atau payung di stupa induk Candi Borobudur, Magelang diputuskan ditunda. Penundaan berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Tingkat Menteri terkait Pelestarian Candi Borobudur sebagai Situs Warisan Dunia yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi selaku Ketua Dewan Pengarah Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Borobudur.
Penundaan ini selaras dengan hasil kajian teknis dan Detail Engineering Design (DED) yang disusun oleh tim ahli dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menyimpulkan perlu dilakukan studi yang lebih mendalam tentang otentisitas chattra.
Akibat penundaan ini, rencana peresmian chattra pada 18 September 2024, ditunda untuk dievaluasi kembali agar seluruh proses selaras dengan UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Konvensi Warisan Dunia Tahun 1972.
Juru Bicara (Jubir) Kementerian Agama (Kemenag) Sunanto menjelaskan, berdasarkan hasil kajian teknis oleh pakar BRIN atas permohonan dari Bimas Buddha Kemenag, kondisi material saat ini belum memungkinkan pemasangan chattra karena kondisi batu yang antara lain tidak utuh.
“Berdasarkan hasil kajian teknis yang komprehensif, meliputi pengamatan langsung, pengukuran, pengujian, serta perhitungan dan analisis kekuatan, bahwa kondisi material chattra ada yang tidak utuh atau terbagi banyak bagian batu dan batu bahan material tidak memiliki kait antar batu. Maka, memerlukan tahapan yang harus dikoordinasikan sesuai ketentuan yang berlaku,” jelas Cak Nanto, sapaan akrabnya di Jakarta pada (11/09/2024).
Mengingat kondisi material chattra yang ada sekarang, Kemenag berencana untuk melakukan pembahasan lebih lanjut terkait pendekatan adaptasi untuk chattra dengan menekankan aspek spiritual umat Buddha.
Perlu Dorongan Politis
Terkait hal ini, sebeluknya Pamong Budaya Ahli Muda Direktorat Jenderal Kebudayaan Anton Wibisono, seperti dikutip dari laman resmi Kemendikbudristek, (10/8/2024) lalu, menyatakan pemasangan Chattra perlu dorongan kebijakan politis.
Anton menjelaskan, karena ada perbedaan-perbedaan yang muncul dalam rencana pemasangan Chattra dibutuhkan suatu keputusan politis sehingga nantinya dapat diterima oleh semua pihak dan tidak akan ada salah satu pihak yang disalahkan oleh masyarakat.
“Perlu dorongan kebijakan politis yang dapat diterima oleh semua karena para arkeolog berusaha menjaga keaslian Candi Borobudur sementara kita juga berusaha mendengarkan aspirasi dari umat Buddha” ungkap Anton.
Terkait pemasangan Chattra, harus bersifat reversible dalam arti dapat dikembalikan ke kondisi semula dan tentu saja tidak merusak struktur stupa induk yang ada saat ini. Hal ini untuk mengantisipasi adanya perkembangan ilmu pengetahuan baru terkait dengan Chattra atau atau kebijakan baru.