Dalam perkembangannya, perayaan Jembul Tulakan kini dijadikan sarana tradisi sedekah bumi, di Desa Tulakan, Kecamatan Donoroj Jepara, Jawa Tengah
Puluhan pria mengarak usungan (ancak) berisi aneka hasil bumi dan olahan makanan tradisonal berhias iratan (belahan tipis) bambu, masyarakat Desa Tulakan, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara, menyebutnya “Jembul”. Inilah tradisi Jembul Tulakan yang digelar secara tahunan di desa ini.
Tradisi ini diadakan berdasarkan pada kepercayaan masyarakat setempat pada masa itu, oleh adanya sumpah dari Nyai Ratu Kalinyamat “Ora pisan-pisan ingsun jengkar soko topo ingsun, yen ingsun durung biso nganggo keset jambule Aryo Penangsang”.
Sumpah itu diterima dan dipahami masyarakat Desa Tulakan bahwa, kesetiaan, kecintaan dan pengbdian Sang Ratu terhadap suaminya Sultan Hadlirin yang telah dibunuh Aryo Penangsang, untuk mewujudkan cita-citanya menegakkan kebenaran, keadilan, keamanan dan ketertiban pada waktu itu.
Nyai Ratu Kalinyamat dengan kesadaran dan keikhlasannya yang tinggi, bersedia meninggalkan gemerlapnya kehidupan istana untuk mendapatkan keadilan dari Tuhan atas pembunuhan terhadap suaminya itu, dengan bertapa di Bukit Donorojo atau kini disebut Sonder.
Sebab itulah masyarakat Desa Tulakan terpanggil dan bergerak hatinya untuk ikut memberikan bantuan secara moril. Yaitu dengan jalan mengadakan upacara perayaan Jembul Tulakan yang rutin digelar setiap Senin Pahing dibulan Apit (penaggalan jawa). Dalam perkembangannya, perayaan Jembul Tukaan kini dijadikan sarana tradisi sedekah bumi.
Baca juga: Tradisi Ngin-Angin, Prosesi Lamaran Bagi Calon Pengantin
Wisata Budaya
Dikutip dari Infopublik.id, terdapat dua jenis jembul yang mereka arak, yaitu “Jembul Wadon” (perempuan) dan “Jembul Lanang” (laki-laki). Jembul Wadon berukuran lebih kecil dan tidak menjulang, sedangkan Jembul Lanang sebaliknya lebih besar dan menjulang (menggunung).
Di antara para pria yang mengarak jembul, juga ada yang mengarak makanan yang ditempatkan pada anyaman bambu dengan cara dipikul. Ada juga barisan ibu-ibu dan penampilan kesenian tradisonal, serta puluhan warga di bagian paling belakang. Arak-arakan jembul diarak dari empat asal dusun, Krajan, Ngemplak, Winong, dan Drojo, menuju halaman rumah petinggi dan disambut kesenian tayub.
Upacara Jembul Tulakan itu sendiri, dimulai dengan mencuci kaki petinggi dengan kembang setaman. Setelah pencucian kaki petinggi, dilakukan selamatan, dilanjutkan dengan acara mengitari Jembul sebanyak tiga kali, yang merupakan inti dari proses Jembul Tulakan.
Prosesi mengitari jembul ini, dilakukan oleh petinggi diikuti oleh ledek atau penari tayub dan para perangkat desa. Tiga hari sebelum tradisi Jembul Tulakan dimulai, warga menggelar tradisi manganan yakni selamatan dilanjutkan dengan makan bersama di kantor balai desa.
Masih lestarinya tradisi ini, membuat Desa Tulakan jadi satu lagi deretan tempat menarik untuk dikunjungi di Kabupaten Jepara. Potensi wisata budaya inilah yang sekarang terus didorong Pemerintah Kabupaten Jepara sehingga menjadi daya tarik wisatawan.