Sebuah ritual sakral Suku Dayak Kenyah di Kalimantan Utara yakni Upacara Mamat, memiliki makna mendalam sebagai bentuk rasa syukur atas kemenangan dalam peperangan. Selain itu juga sebagai ajang penyucian diri bagi para prajurit.
Dahulu, tradisi Mamat digelar menyambut para prajurit yang kembali dari perburuan dan berhasil mengalahkan musuh. Upacara ini melambangkan kemenangan, kejayaan, dan keberanian prajurit perang, dan untuk menolak roh-roh jahat.
Dalam bahasa kiasan PUHEQ, mamat memiliki arti penyucian diri. Tidak hanya sekadar selebrasi, Upacara Mamat juga berfungsi sebagai media penyucian diri dan permohonan pengampunan dosa.
Rangkaian Prosesi Upacara Mamat
Upacara Mamat berlangsung selama 1 hingga 6 hari, tergantung situasi dan kondisi yang ada.
Pelaksanaannya dipimpin seorang pemuka adat dan hanya diikuti kaum pria. Namun, dalam beberapa bagian prosesi, dua gadis suci turut serta menjalankan tugas tertentu.
Prosesi utama Upacara Mamat adalah penyembelihan babi. Darah hewan kurban ini lalu dijadikan persembahan kepada dewa dan roh leluhur sebagai tanda penghormatan dan rasa syukur.
Seluruh rangkaian utama Upacara Mamat dilaksanakan di bawah Tugu Beliwang.
Tugu ini merupakan tugu berhala berbentuk tiang kayu dengan ukiran khas. Pada bagian puncaknya terdapat patung Burung Enggang yang melambangkan kedamaian dan kemenangan.
Setelah prosesi utama selesai, para prajurit kembali ke kampung. Mereka disambut seorang gadis suci yang bertugas mengoleskan darah hewan kurban ke lengan kanan setiap prajurit.
Baca juga: Perisai Suku Dayak Talawang, dari Senjata hingga Benda Seni
Ritual ini diyakini sebagai bentuk penyucian diri sebelum kembali berbaur dengan masyarakat.
Disamping ritual utama, terdapat juga prosesi Pelubit Batu Tului, rosesi menggulingkan Batu Tului di beranda rumah panjang. Tujuannya adalah untuk menangkal hal-hal buruk serta melindungi kampung dari musibah dan bencana.
Ada juga tahapan Punan Bawe. Setiap pria yang berhasil mendapatkan bawe dipercaya akan memperoleh keberuntungan dalam kehidupannya. Pada malam harinya, digelar acara Pedahu, perayaan ramah tamah seluruh masyarakat.
Perayaan diawali tarian dan menjelang tengah malam, orang yang diyakini memiliki roh penjaga mengambil alih. Mereka menari dengan gemetaran sambil mengacungkan parang, seolah sedang memanggil dan mengambil sesuatu dari alam gaib.
Upaya Pelestarian Upacara Mamat
Seiring berjalannya waktu, meskipun tradisi berperang tidak lagi dilakukan uku Dayak Kenya Upacara Mamat masih tetap lestari. Tradisi ini sering ditampilkan dalam berbagai pagelaran budaya dan acara-acara penting lainnya.
Tahun 2019, Upacara Mamat telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. (Dari berbagai sumber)