By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Kue Batang Buruk, Tercipta dari Kisah Cinta Putri Kerajaan Bintan
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Warisan Budaya > Kue Batang Buruk, Tercipta dari Kisah Cinta Putri Kerajaan Bintan
Warisan Budaya

Kue Batang Buruk, Tercipta dari Kisah Cinta Putri Kerajaan Bintan

Anisa Kurniawati
Last updated: 03/02/2025 05:02
Anisa Kurniawati
Share
Kue Batang Buruk tidak hanya memiliki cita rasa yang istimewa, tetapi juga sejarah yang menarik. Foto: detik food
SHARE

Provinsi Kepulauan Riau memiliki kekayaan budaya dan kuliner yang khas. Salah satu makanan tradisional dengan nama unik yaitu kue Batang Buruk. Meskipun namanya terdengar kurang menarik, kue ini justru memiliki rasa yang lezat. 

Kue yang ditemui di Bintan dan Tanjungpinang terbuat dari tepung gandum dan campuran tebung beras dan kelapa. Setelah diolah, bagian dalam ke akan dimasukkan campuran serbuk kacang hijau, gula halus, dan susu bubuk.

Kisan Cinta Putri Kerajaan Bintan

Kue Batang Buruk tidak hanya memiliki cita rasa yang istimewa, tetapi juga sejarah yang menarik. Berdasarkan catatan sejarah, kue ini sudah dikenal sejak lebih dari 400 tahun.

Hal ini berkaitan dengan kisah cinta seorang putri kerajaan di Bintan bernama Wan Sendari.

Dia adalah putri sulung Baginda Raja Tua yang diam-diam jatuh hati pada seorang pemuda bernama Raja Andak, yang memiliki gelar Panglima Muda Bintan. Sayangnya, cinta Wan Sendari bertepuk sebelah tangan karena Raja Andak lebih memilih adik kandungnya, Wan Inta.

Merasa sedih dan ingin mengalihkan perasaannya, Wan Sendari menghabiskan waktunya di dapur istana bersama para dayang untuk mencoba resep baru. Hasilnya, ia menciptakan kue ringan yang langsung hancur berderai saat digigit.

Sang Putri pun meminta izin kepada ayahnya menyajikan kue buatannya untuk tamu kerajaan.

Baginda Raja Tua mengabulkan permintaan tersebut, dan pada suatu perjamuan istana, kue ini pun disuguhkan kepada para pembesar kerajaan, termasuk Raja Andak. 

Ketika para tamu mencicipinya, serpihan kue berjatuhan dan mengotori pakaian kebesaran mereka, sehingga membuat mereka malu. Namun, Raja Andak tetap memakan kue itu tanpa menjatuhkan satu pun serpihan, menunjukkan ketenangannya dalam menikmati makanan.

Momen ini pun melahirkan filosofi yang berkembang di Kerajaan Bintan, yaitu “Biar pecah di mulut, jangan pecah di tangan.” Filosofi ini menggambarkan bahwa seorang bangsawan harus memiliki etika dalam makan, tidak tergesa-gesa, serta menunjukkan kesopanan dan kewibawaan.

Proses Pembuatan

Kue Batang Buruk memiliki ukuran kecil, sekitar 3-4 sentimeter per buah.

Kue ini dibuat dari campuran tepung gandum, tepung beras, dan tepung kelapa yang diaduk hingga menjadi adonan. Agar adonan lebih menyatu, ditambahkan mentega dan sedikit air. 

Setelah adonan siap, dibentuk menjadi lembaran tipis lalu dipotong dalam bentuk persegi panjang.

Kemudian, menggunakan batang besi berbentuk silinder, adonan tersebut digulung sehingga membentuk gulungan berongga di bagian tengahnya.

Setelah terbentuk, adonan digoreng dalam minyak panas hingga matang, lalu ditiriskan.

Setelah dingin, kue ini dilapisi dengan campuran serbuk kacang hijau goreng, gula halus, dan susu bubuk atau susu kental manis, memberikan cita rasa manis yang khas.

Kue Batang Buruk tidak hanya sekadar camilan tradisional, tetapi juga menyimpan nilai budaya dan etika yang diwariskan turun-temurun. Resepnya terus dipertahankan oleh masyarakat Melayu dan sering dibuat untuk memeriahkan hari besar atau sebagai oleh-oleh bagi keluarga dan sahabat. (Dari berbagai sumber)

You Might Also Like

Babad Lombok, Menguak Letusan Dahsyat Gunung Samalas

Tari Baksa Kembang, Tarian Penyambut Tamu Kerajaan

Tari Muang Sangkal, Tarian Penolak Bala Masyarakat Madura

Gereja Katedral Jakarta, Cagar Budaya Bernuansa Neo-Gotik

Menyaksikan Dari Dekat Bentuk Kubah Gereja Blenduk

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Anisa Kurniawati
Content Writer
Previous Article Siklon Ancam DIY, Wisatawan Dilarang Berenang di Pantai Selatan
Next Article Toni Susanto, Perajin Batu Akik yang Masih Eksis di Wonosobo
1 Comment 1 Comment
  • Binance注册 says:
    09/05/2025 at 16:50

    Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?