Putu Wijaya, sastrawan yang sudah menulis kurang lebih 30 novel, 40 naskah drama, ribuan cerpen, ratusan esai, artikel lepas, dan kritik drama. Ia juga menulis skenario film dan sinetron hingga memimpin Teater Mandiri sejak 1971.
Putu Wijaya lahir di Puri Anom, Tabanan, Bali pada 11 April 1944. Ayahnya, I Gusti Ngurah Raka, seorang pensiunan punggawa yang keras dalam mendidik anak. Ayahnya menginginkan dirinya menjadi dokter, namun dia lemah dalam ilmu pasti.
Sejak kecil Putu sudah gemar membaca berbagai karya sastra. Mulai dari karangan Karl May, buku sastra Komedi Manusia-nya William Saroyan, sampai cerita picisan. Saat SMA ia memenangkan lomba deklamasi, kemudian dia diikutkan bermain drama perpisahan SMA, yang diarahkan oleh Kirdjomuljo, penyair dan sutradara ternama di Yogyakarta.
Selepas SMA, Putu melanjutkan kuliahnya di Yogyakarta. Di Yogyakarta, Putu berkuliah di Fakultas Hukum, UGM dan lulus pada 1969. Selain itu ia juga mempelajari seni lukis di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), dan drama di Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi).
Namun di Asdrafi ia tidak mengikuti ujian, dan di ASRI juga tidak dia lanjutkan. Dari kegiatan berkesenian ia mendapatkan identitasnya sebagai seniman.
Kiprah di Teater
Selama bermukim di Yogyakarta, kegiatan sastranya lebih terfokus pada teater. Beberapa pementasan pernah ia tampilkan bersama Bengkel Teater pimpinan W.S. Rendra. Diantara lain pementasan Bip-Bop (1968) dan Menunggu Godot (1969).
Selain itu, Putu menampilkan karyanya sendiri yang berjudul Lautan Bernyanyi (1969). Ia adalah penulis naskah sekaligus sutradara pementasan itu. Naskah drama tersebut menjadi pemenang ketiga Sayembara Penulisan Lakon yang diselenggarakan oleh Badan Pembina Teater Nasional Indonesia.
Putu pindah ke Jakarta dan bergabung dengan Teater Kecil asuhan sutradara ternama Arifin C. Noer dan Teater Populer. Di samping itu, ia juga bekerja sebagai redaktur majalah Ekspres (1969). Kemudian, ia menjadi redaktur majalah Tempo (1971-1979).
Pada tahun 1974, Bersama rekan-rekannya, Putu mendirikan Teater Mandiri. Ia juga membawa Teater Mandiri berkeliling Amerika dalam pementasan drama Yel dan berpentas di Jepang (2001).
Di samping aktif di teater Indonesia, Putu Wijaya juga memiliki pengalaman bermain drama di luar negeri. Diantaranya yaitu, Festival Teater Sedunia di Nancy, Prancis (1974) dan dalam Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).
Karya Sastra Putu Wijaya
Selain berteater Putu Wijaya juga menulis cerpen, novel, esai sastra dan lainnya. Sejumlah karyanya, baik drama, cerpen, maupun novel telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Jepang, Arab, dan Thailand.
Beberapa karyanya yang banyak diperbincangkan yaitu, Bila Malam Bertambah Malam (1791), Telegram (1972), Pabrik (1976), Keok (1978), Tiba-Tiba Malam (1977), Sobat (1981) dan banyak lainnya.
Selain menekuni dunia teater dan menulis, Putu juga menjadi sutradara dan penulis skenario film dan sinetron. Film yang disutradarainya ialah film Cas Cis Cus, Zig Zag, dan Plong. Sinetron yang disutradarainya ialah Dukun Palsu, PAS, None, Warteg, dan Jari-Jari.
Skenario yang ditulisnya ialah Perawan Desa, Kembang Kertas, serta Ramadhan dan Ramona. Ketiga skenario itu memenangkan Piala Citra. Pada 1977.
Putu Wijaya sempat hidup di Amerika Serikat selama setahun. Atas undangan Fulbright, 1985-1988, ia menjadi dosen tamu teater dan sastra Indonesia modern di Universitas Wisconsin dan Universitas Illinois, AS. Atas undangan Japan Foundation, Putu menulis novel di Kyoto, Jepang, 1992.
Meski usianya sudah tak lagi muda, hingga kini Putu Wijaya masih aktif berkegiatan di dunia sastra. Salah satunya yaitu ia mementaskan lagi karya ikonik nya “Aduh” yang pernah memenangkan Lomba Penulisan Lakon (DKJ) pada 1974. (Diolah dari berbagai sumber)