Batik Betawi, dengan ciri khas motif pucuk rebung dan warna cerahnya, telah lama menjadi simbol budaya masyarakat Jakarta. Terkenal karena keindahannya, batik ini banyak ditemukan pada acara-acara resmi dan perayaan tradisional, terutama dipakai None Jakarta.
Sejak pertama kali dikenalkan pada tahun 1970-an, batik khas Jakarta dengan motif pucuk rebung semakin mewarnai kehidupan masyarakat Betawi sebagai bagian dari identitas budaya mereka.
Simbol Khas Jakarta
Batik Betawi memiliki kesan yang berbeda dari batik tradisional lainnya di Indonesia. Salah satu ciri khasnya adalah pemakaian warna cerah seperti merah, hijau, oranye, dan kuning yang mencolok.
Melansir dari idntimes.com, corak dan motif Batik khas ini juga sangat beraneka ragam, tetapi umumnya tetap berakar pada nilai-nilai budaya masyarakat Betawi.
Motif ini sering kali menggambarkan sejarah Jakarta dan potret kehidupan sehari-hari, menjadikannya lebih dari sekadar kain, tetapi sebuah cerita yang kaya akan makna.
Baca juga: Filosofi Di Balik Batik Korpri, Simbol Pengabdian Pegawai Negeri
Motif Pucuk Rebung
Dilansir dari goodnewsfromindonesia.id, salah satu motif yang paling terkenal dari batik khas ini adalah motif pucuk rebung, yang menggambarkan tunas bambu muda.
Motif ini memiliki makna filosofis yang mendalam bagi masyarakat Betawi, yakni melambangkan keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Selain itu, motif ini juga memiliki hubungan dengan budaya Melayu dan tumpal pada batik Lasem, sebuah pengaruh yang mengakar dalam sejarah batik pesisir.
Selain pucuk rebung, batik dari Jakarta ini juga terkenal dengan motif tumpal berbentuk geometris segitiga. Motif ini berkembang dari bentuk cagak yang menghiasi periuk tanah zaman neolitikum.
Motif ini dipercaya masyarakat Betawi sebagai simbol kekuatan dan penolak bala, terutama berkaitan dengan gunung yang dianggap nenek moyang mereka sebagai tempat sakral.
Kreasi Baru
Menjelang pertengahan abad ke-20, batik Betawi mulai berinovasi dengan motif-motif baru yang lebih kontemporer. Salah satu contohnya adalah motif nusa kelapa, yang terinspirasi dari peta Ceila yang dibuat Pangeran Panembong pada masa Prabu Siliwangi, yang menandakan tanah Betawi sebagai “Nusa Kelapa”.
Ada juga motif rasamala yang menggambarkan alam Sunda Kelapa, serta motif salakanegara yang berkaitan dengan kerajaan pertama di Tanah Betawi, yang dikenal dengan kekuatan Gunung Salak.
Motif ondel-ondel, boneka tradisional Betawi yang digunakan dalam upacara adat untuk menolak bala, juga menjadi salah satu ikon dalam batik tradisionsl ini.
Begitu juga dengan motif Sungai Ciliwung, yang melambangkan harapan akan rezeki yang lancar, sebagaimana aliran sungai yang mengalir tanpa henti.
Baca juga: Lenong Betawi, Seni Pertunjukan Teater Penuh Makna
Masa Keemasan
Industri batik di Jakarta sempat mengalami penurunan seiring pesatnya pembangunan kota Jakarta. Namun, pada masa pemerintahan Ali Sadikin sebagai gubernur Jakarta, batik Betawi kembali mendapatkan perhatian.
Ali Sadikin memperkenalkan batik khas ini sebagai busana resmi untuk acara-acara di Balai Kota dan menetapkan motif tumpal dan pucuk rebung sebagai seragam None Jakarta.
Langkah ini menjadi tonggak kebangkitan batik Betawi dan sekaligus mendorong kebangkitan industri batik di Jakarta.
Identitas Jakarta
Batik Betawi terus berkembang dengan memadukan tradisi dan kreasi baru, menghasilkan beragam motif-motif yang mencerminkan ikon-ikon Jakarta, seperti Si Pitung, bajaj, Monas, dan tanjidor.
Industri batik ini sekarang dapat ditemukan di Kampung Batik Betawi Terogong, Cilandak, Jakarta Selatan, meskipun batik tulis khas Betawi kini semakin langka.
Harga batiknya bervariasi, dengan harga selembar batik tulis bisa mencapai Rp600.000 hingga lebih, namun harga itpu tergantung pada kualitas dan keunikan motifnya.
Namun, meskipun harganya terbilang mahal, batik asli Betawi tetap menjadi pilihan banyak orang sebagai simbol budaya dan kebanggaan identitas Jakarta. (Diolah dari berbagai sumber)