Budaya Begalan adalah salah satu tradisi pernikahan di Banyumas, Jawa Tengah, termasuk di Kabupaten Cilacap yang sampai saat ini masih terjaga. Tradisi ini memiliki banyak sekali nilai luhur dan berperan penting sebagai media nasihat untuk calon pengantin. Nah, informasi lebih lanjut simak penjelasan berikut:
Asal-Usul Tradisi Begalan
Begalan berasal dari kata Begalan berasal dari bahasa Jawa yaitu kata “begal” yang memiliki makna perampokan. Munculnya tradisi ini bermula dari kisah Adipati Wirasaba yang hendak mempersunting Adipati Banyumas.
Ketika membawa hantaran, tiba-tiba rombongan dari pihak Wirasaba dihadang oleh rampok atau begal. Adipati Wirasaba pun melawan dan menang. Kemudian tempat tersebut dikenal dengan nama Sokawera.
Sejak saat itu, Begalan kemudian menjadi ritual penting di pernikahan dengan maksud agar mendapatkan restu leluhur dan terhindari dari bahaya. Saat ini bagi keluarga yang masih menjunjung tinggi nilai tradisi di daerah Cilacap dan Banyumas masih menjalankan tradisi ini.
Proses Pelaksanaan Tradisi Begalan
Pelaksanaan Begalan dilakukan pada saat resepsi atau setelah selesai acara akad nikah. Di wilayah Cilacap, tradisi ini dikreasikan dalam bentuk yang lebih modern. Biasanya acara akan dimainkan oleh dua atau tiga orang yang memerankan tokoh penting.
Tokoh tersebut nantinya akan berperan sebagai pembawa alat-alat dapur, seperti siwur, centong, pikulan, kusan, dan lainnya. Satu lagi akan berpura-pura sebagai begal. Alat-alat dapur tersebut memiliki maknanya tersendiri.
Misalkan siwur memiliki makna pentingnya menabung serta berbagi dalam kehidupan rumah tangga. Adalagi centong yang melambangkan perlunya introspeksi diri ketika menyelesaikan konflik dan lainnya.
Proses acara akan dimulai dengan musik gamelan seperti gending bendrong kulon atau ricik-ricik banyumasan.
Lalu penari yang berperan sebagai pembawa barang dan begal akan masuk. Dua tokoh tersebut akan melakukan dialog-dialog lucu yang berisi mengenai wejangan atau nasihat bagi calon pengantin.
Kesulitan Pelestarian Tradisi Begalan
Meskipun Begalan masih dilakukan oleh beberapa keluarga, namun tetap saja ada banyak tantangan dalam melestarikan budaya ini. Terlebih lagi di tengah era modern di mana teknologi berkembang pesat.
Dampaknya yaitu banyak anak muda yang kurang tertarik untuk melaksanakan budaya ini. Mereka lebih tertarik pada budaya populer yang lebih sederhana. Selain itu, proses tradisi ini juga memakan banyak waktu dan biaya.
Akan tetapi, saat ini tradisi Begalan sudah disesuaikan dengan konsep yang lebih modern tanpa mengurangi esensi budayanya. Ditambah lagi adanya digitalisasi membuat proses pengenalan budaya Begalan menjadi lebih mudah. Dengan begitu, tradisi ini diharapkan tetap hidup dan dikenal oleh generasi masa depan. (Anisa Kurniawati-Berbagai Sumber)