Ketika mendengar tentang balon udara, banyak orang mungkin langsung teringat pada lanskap Cappadocia di Turki.
Namun, siapa sangka, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, juga memiliki sejarah panjang dan unik mengenai tradisi balon udara yang telah berlangsung sejak masa kolonial Belanda.
Belum lama ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonosobo kembali menggelar Festival Balon Udara, sebuah acara tahunan yang menjadi ciri khas daerah ini.
Festival yang berlangsung dari Selasa hingga Minggu (1–6 April 2025) ini diadakan di berbagai titik lokasi di Wonosobo dan menjadi salah satu bagian dari rangkaian Festival Mudik Wonosobo 2025.
Seperti dilansir dalam buku Jejak Tradisi Balon Wonosobo yang diterbitkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo pada tahun 2021, tradisi balon udara di wilayah ini telah ada sejak tahun 1920-an.
Dikisahkan bahwa seorang tokoh bernama Atmojo Goper dari Kecamatan Kretek terinspirasi membuat balon udara.
Baca Juga: Apel dan Halal Bi Halal, Pemkab Wonosobo Dorong ASN Lebih Profesional
Ia mendapatkan ide setelah menyaksikan pendaratan balon yang digunakan untuk pemotretan udara di Alun-alun Wonosobo.
Kejadian itu menandai cikal bakal praktik fotografi udara atau aerial photography di daerah pegunungan itu.
Pada masa awal, balon buatan Atmojo terbuat dari kertas krep, sebuah bahan yang kala itu tergolong mahal dan harus dipesan dari Semarang.
Penerbangan perdananya dilakukan di halaman musala Krakal Tamanan dan langsung menjadi perbincangan hangat warga setempat.
Seiring berjalannya waktu, tradisi ini mengalami perkembangan, baik dalam hal bahan bakar seperti batang padi, kayu bakar, dan batok kelapa maupun dalam bentuk serta material balon yang digunakan.
Tahun 1960-an menjadi era peralihan ke bahan plastik, sementara pada 1990-an balon berbahan kertas minyak mulai populer karena dianggap lebih praktis dan ekonomis.
Tonggak penting dalam sejarah balon udara Wonosobo terjadi pada tahun 2005, ketika Festival Balon Udara Tradisional pertama kali diselenggarakan secara resmi di Alun-alun Wonosobo.
Setahun berselang, festival ini berhasil memborong dua penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), yaitu untuk kategori Balon Udara Tradisional Terbanyak dan Balon Udara Terbesar.
Kini, festival balon udara Wonosobo telah menjadi agenda tahunan yang dinanti masyarakat maupun wisatawan.
Baca Juga: Puncak Festival Mudik Wonosobo 2025, Ribuan Penonton Padati Alun-alun
Pemerintah setempat juga terus berupaya agar tradisi ini dapat berlangsung aman dan sesuai dengan aturan lalu lintas udara.
Karena itu, balon udara yang diterbangkan dalam festival resmi kini selalu ditambatkan, guna menghindari potensi bahaya bagi penerbangan maupun lingkungan.
Festival ini bukan hanya menjadi simbol budaya lokal, tetapi juga penggerak ekonomi kreatif.
Perajin balon udara semakin menjamur di berbagai desa, membawa dampak positif terhadap industri pariwisata dan UMKM di Wonosobo.
Dengan sejarah yang panjang dan inovasi yang terus dilakukan, balon udara Wonosobo telah menjadi atraksi visual yang memesona.
Lebih dari itu, tradisi ini juga merepresentasikan ketekunan dan kreativitas masyarakat dalam melestarikan warisan budaya.