Tradisi cuci negeri Soya merupakan ritual pembersihan wilayah sekaligus hati dan pikiran masyarakat Ambon. Acara digelar minggu kedua bulan Desember, setiap tahun. Cuci Negeri Soya dimulai dengan serangkaian pembersihan negeri, naik gunung Sirimau, upacara adat hingga cuci air.
Negeri Soya merupakan salah satu desa adat tertua di Jazirah Leitimur, Kota Ambon, Provinsi Maluku. Negeri yang dipimpin seorang Upulatu atau Raja ini memiliki tradisi unik yaitu Cuci Negeri Soya. Dikenal juga dengan nama Adat Nae Baileo, tradisi ini memiliki arti naik ke tempat upacara adat atau tempat untuk bermusyawarah.
Baile di Negeri Soya sendiri merupakan sebidang tanah kosong yang terletak di pelataran sebuah bukit. Tujuan tradisi ini adalah untuk memperkuat rasa persatuan dan persaudaraan. Selain itu, juga sebagai upaya penyucian diri dari perasaan permusuhan, iri hati, dan kecurigaan.
Prosesi Tradisi
Tradisi Cuci Negeri Soya dimulai dengan Rapat Saniri Besar pada 1 Desember. Rapat ini dihadiri Tiga Batu Tungku (pemerintah negeri, gereja, sekolah), muhabet, organisasi masyarakat yang ada, serta seluruh warga masyarakat yang ingin hadir.
Setelah itu yaitu tahapan Pica Negeri atau disebut juga Pica Baileo. Tahapan ini jatuh pada setiap hari Rabu minggu kedua bulan Desember. Nantinya, kepala dan kapitangatau malessi berjalan menuju milik rumah tau Pesulima untuk menyampaikan titah raja ke masyarakat Soya.
Kemudian kepala soa berjalan menuju ke tengah Baileo, lalu meletakkan dupa dan kemenyan. Lalu dilakukan proses pemotongan rumput sebagai simbolis dimulainya upacara Cuci Negeri Soya. Ditandai dengan tabuhan tifa, maka semua masyarakat keluar dari rumah dengan membawa perlengkapan bakti pembersihan negeri.
Pembersihan dilakukan di beberapa lokasi fasilitas umum, seperti gereja, rumah raja, pastori, batu stori, batu teung, daerah pekuburan, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Tahapan selanjutnya di malam hari, sekelompok pemuda yang berasal dari soa Pera menuju ke puncak gunung Sirimau dengan tetabuhan tifa dan gong,
Tiba di puncak gunung Sirimau, mereka membersihkan lokasi tersebut, sebagai wujud terima kasih dan tanda hormat kepada para leluhur. Usai mengucapkan pasawari adat, rombongan bergerak turun dan diterima di depan rumah tau Soplanit. Penyambutan diiringi dengan lantunan suhat dan dijamu dengan sopi, anggur, sirih-pinang dan rokok.
Tahap selanjutnya peserta ada dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok soa Pera dan soa Eraang. Kelompok soa Pera menuju ke mata air Werhalouw sedangkan soa Eraang menuju ke mata air Unuwei. Di lokasi mata air setiap orang diperkenankan untuk mencuci muka, kaki dan lainnya.
Setelah itu, tradisi dilanjutkan dengan penyambutan menggunakan Kain gandong. Kain ini berwarna putih. polos dan panjang dibuat formasi “U”. Kedua ujung kain dipegang orang ina soa Pera, lalu diputar sebanyak tiga kali, mengelilingi rombongan soa Pera sudah di dalamnya. Kemudian acara dilanjutkan dengan pesta negeri hingga malam hari.
Warisan Budaya TakBenda
Keesokan harinya, melalui arahan dari kepala soa adat semua peserta bergerak menuju sumber air Wai Werhalouw dan Wai Uruwei guna melakukan pembersihan bersama. Seusai pembersihan di kedua sumber air, maka tahapan ritual CN dianggap telah selesai.
Tradisi Cuci Negeri Soya telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (2015) dan Anugerah Kebudayaan Indonesia Tahun 2022.
Tradisi ini, tidak hanya ritual yang diwariskan dari generasi ke generasi. Akan tetapi juga bertujuan untuk melestarikan dan menghidupkan sehingga dapat terus dikenang oleh generasi mendatang. (Diolah dari berbagai sumber)