Candi Borobudur, yang telah diakui sebagai Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 1991 dan masuk dalam kategori lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), merupakan salah satu ikon pariwisata dunia. Sebagai candi Buddha terbesar di dunia, Borobudur menjadi magnet utama bagi wisatawan, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga internasional, khususnya di wilayah Magelang.
Dengan keistimewaan yang dimilikinya, melestarikan Candi Borobudur menjadi tanggung jawab bersama. Salah satu cara paling sederhana untuk menjaga kelestariannya adalah dengan memastikan batu-batu candi tetap terjaga dalam kondisi baik. Tindakan-tindakan seperti tidak memanjat dinding dan stupa, tidak mencoret-coret, serta menghindari gesekan yang bisa merusak batuan akibat alas kaki yang dipakai pengunjung adalah langkah nyata yang dapat dilakukan.
Mulai Desember 2023, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparkraf/Baparekraf) menerapkan peraturan baru yang mewajibkan wisatawan yang ingin naik ke tangga dan lantai candi untuk memakai alas kaki khusus, yaitu sandal upanat.
Baca Juga: Temukan Pengalaman Baru di Candi Borobudur Lewat Trail of Civilization
Penggunaan sandal ini bukanlah tanpa alasan. Penelitian yang dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur menemukan bahwa alas kaki konvensional bisa menyebabkan kerusakan permukaan batu candi secara perlahan. Oleh karena itu, sandal upanat dirancang untuk membantu melestarikan batuan candi dan mencegah kerusakan yang disebabkan oleh gesekan alas kaki.
Sandal upanat, atau Upanat Barabudur, merupakan sandal anyaman yang terbuat dari kombinasi daun pandan, batok kelapa, dan busa ati. Menurut keterangan dari situs Kemendikbudristek, kata “upanat” berarti alas kaki. Sandal ini telah melalui riset panjang sejak Januari 2022, dan dinyatakan memenuhi standar ketahanan, kenyamanan, serta estetika oleh Balai Konservasi Borobudur.
Sebenarnya, sandal upanat pertama kali dibuat oleh Pak Basiyo, seorang pelaku industri kreatif lokal di sekitar Candi Borobudur, sejak tahun 1997. Namun, desainnya terus disempurnakan bekerja sama dengan Balai Konservasi Borobudur, agar lebih aman dan nyaman saat digunakan di atas batuan candi.
Uniknya, desain sandal upanat terinspirasi dari salah satu relief di Candi Borobudur, tepatnya pada relief Karmawibhangga panel 150. Dalam relief tersebut, terlihat dua orang mempersembahkan alas kaki kepada seorang Brahmana, yang bentuknya menyerupai sandal upanat.
Sekilas, sandal upanat terlihat sederhana, terdiri dari empat bagian: tali dan permukaan atas yang terbuat dari anyaman pandan, penjepit depan dari batok kelapa, dan bagian bawah dari busa ati.
Penggunaan sandal upanat tidak hanya bertujuan untuk mengurangi keausan pada batu candi, tetapi juga sebagai sarana edukasi untuk menyebarkan kesadaran akan pentingnya pariwisata berkelanjutan di Indonesia. Selain itu, produksi sandal upanat juga menjadi penggerak ekonomi kreatif di sekitar kawasan candi, dengan melibatkan delapan rumah produksi lokal yang menghasilkan 1.200 pasang sandal setiap harinya.
Sandal upanat ini sudah termasuk dalam paket wisata bagi pengunjung yang ingin naik ke bangunan Candi Borobudur. Dan yang menarik, sandal ini juga bisa dibawa pulang sebagai suvenir khas dari kunjungan ke Borobudur. (Achmad Aristyan – Sumber: kemenparekraf.go.id)