Berwisata ke Tanah Rencong, Aceh, rasanya belum lengkap jika belum mengunjungi Rumah Cut Nyak Dhien. Bangunan ini adalah replika dari rumah asli yang sudah dibakar.
Meski begitu, tempat ini menjadi saksi bisu perjuangan rakyat Aceh melawan penjajahan Belanda.
Lokasinya berada di Desa Lampisang, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar. Rumah ini dibangun ulang pada tahun 1981 dan diresmikan pada tahun 1987 untuk dijadikan tujuan wisata. Bangunannya terbuat dari kayu ulin berkualitas tinggi.
Cut Nyak Dhien adalah pahlawan nasional yang lahir 1848 di Aceh Besar. Setelah suaminya, Teuku Ibrahim Lam Nga, gugur dalam pertempuran, ia menikah dengan Teuku Umar.
Setelah Teuku Umar gugur, Cut Nyak Dhien melanjutkan perang gerilya. Namun, akhirnya ditangkap dan diasingkan ke Sumedang, di mana ia menghabiskan sisa hidupnya dengan mengajar agama hingga wafat pada 1908.
Bangunan Replika
Meskipun dikenal sebagai tempat tinggal Cut Nyak Dhien, bangunan ini sebenarnya adalah replika. Rumah aslinya sendiri dibakar Belanda pada tahun 1896. Awalnya rumah ini merupakan hadiah dari Belanda untuk Teuku Umar.
Belanda mengira Teuku Umar berada di pihaknya. Padahal Teuku Umar membangun strategi dan mengelabui Belanda untuk mengambil persenjataan Belanda. Setelah mengetahui hal itu, Belanda kemudian membakar rumah pemberiannya.
Satu-satunya bagian yang tersisa dari rumah asli adalah sumur setinggi dua meter di sisi kiri. Bangunan ini tetap berdiri kokoh meski diterjang gempa dan tsunami tahun 2004. Bahkan menjadi tempat perlindungan bagi masyarakat sekitar.
Koleksi Rumah Bersejarah
Ruangan utama Rumah Cut Nyak Dhien, dulunya digunakan merencanakan strategi melawan Belanda. Ruangan ini dipenuhi foto-foto perjuangan rakyat Aceh, termasuk foto asli Cut Nyak Dhien di pengasingan di Sumedang, Jawa Barat.
Salah satu hal yang menarik dari Rumah bersejarah ini adalah letak dua kamar dayang-dayang di sisi depan rumah. Sedangkan kamar Cut Nyak Dhien sendiri berada di bagian belakang rumah. Hal ini merupakan taktik supaya Cut Nyak Dhien dapat cepat melarikan diri sewaktu Belanda menyerang.
Rumah ini juga menampilkan koleksi senjata tradisional Aceh dan sumur asli sebagai salah satu peninggalan. Sumur ini dibangun tinggi untuk mencegah Belanda meracuni airnya.
Meski sudah berusia puluhan tahun, rumah ini masih tetap terawat karena dijaga penuh perhatian. Rumah ini dibuka setiap hari dari pukul 09.00 hingga 17.00.
Mengunjungi Rumah Cut Nyak Dhien memberikan wisatawan kesempatan untuk belajar lebih dalam tentang sejarah perjuangan rakyat Aceh dan semangat gigih Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar melawan penjajah Belanda. (Dari berbagai sumber)