Madura dikenal memiliki banyak keunikan budaya dan adat istiadat yang khasnya dan salah satunya seperti seni musik Saronen. Orkes Saronen biasanya ditampilkan untuk penyambutan tamu penting, pengantar musik karapan sapi, hingga resepsi pernikahan.
Di Pulau Jawa, Seni Sareonen, umumnya dapat di temukan di wilayah tapal kuda untuk mengiringi berbagai kesenian seperti jaran kecak, macanan kaduk serta tari-tarian adat Madura.
Dikutip dari Wikipedia, Saronen sejatinya adalah sebuah alat musik tiup yang berasal dari Timur Tengah. Alat musik itu di daerah asalnya dikenal dengan beraneka ragam nama, yaitu surnai, sirnai, sarune, shahnai. Namun di Madura alat ini sudah dimodifikasi bunyinya.
Harmonisasi yang dinamis, rancak, dan bertema keriangan dari bunyi yang dihasilkannya memang dipadukan dengan karakteristik dan identitas masyarakat Madura yang tegas, polos, dan sangat terbuka mengilhami penciptanya.
Baca juga: Wisata Pulau Gili Iyang, Surganya Oksigen Di Madura
Media Dakwah
Musik Saronen pertama kali diciptakan Kiai Hatib Sendang. Dia berasal dari desa Sendang, kecamatan Pragaan dan pendiri pondok pesantren pertama di Madura. Usia musik Saronen sendiri sudah lebih dari 500 tahun lamanya.
Instrumen Saronen sendiri berjumlah sembilan, dengan filosofi dari sembilan suku kata dari kalimat Bis Mil La Hir Roh Ma Nir Ro Him. Sembilan instrumen musik itu terdiri dari saronen, gong besar, kempul, kenong besar, kenong tengahan, kenong kecil, korca, gendang besar, dan gendang kecil. Alat musik Saronen biasanya dipakai sebagai pembuka komposisi dengan permainan solo. Baru setelah itu diikuti oleh pukulan alat musik lainnya sehingga menghasilkan keselarasan irama.
Berdasarkan catatan sejarah, nama Saronen diambil dari nama hari senin (Sennenan). Hal ini dikarenakan awalnya Saronen selalu dimainkan pada hari Senin. Seni musik ini diiringi dua orang pelawak yang menari sesuai dengan irama musik.
Pada mulanya, Kiai Hatib Sendang menggunakan Saronen sebagai media berdakwah. Mereka menghibur pengunjung pasar disertai pelawak yang menari. Saat pertunjukan, mereka melantunkan pantun islami untuk mengajak masyarakat melakukan Syariat Islam secara benar.
Seiring perkembangannya, di Madura, orkes saronen ditampilkan pada waktu karapan sapi, untuk upacara ritual di makam keramat, pesta perkawinan, tarian topeng dan lainnya. Salah satu ciri khas dari seni musik ini adalah alat tiup berbentuk kerucut, terbuat dari kayu jati dengan enam lobang berderet di depan dan satu lubang di belakang.
Baca juga:Gili Labak, Destinasi Pulau Eksotis di Sumenep Madura
Pertunjukan Saronen
Pertunjukan Saronen diawali dengan tempo lamban, kemudian medium, lalu semakin cepat, atau sebaliknya. Saronen dapat dimainkan sesuai dengan jenis irama yang diinginkan. Misalkan seperti irama mars yang jika di Madura disebut irama sarka’.
Irama ini biasanya dimainkan dalam suasana riang dengan musik yang cepat. Misalkan pada pertunjukan karapan sapi atau pada saat mengiringi pengantin. Irama itu memberikan dorongan semangat dan menciptakan suasana hangat serta gembira.
Ada juga irama lorongan atau irama sedang, biasanya memainkan lagu-lagu yang berasal dari berbagai lagu gending karawitan. Irama ini biasanya dimainkan pada saat dalam perjalanan menuju suatu lokasi. Adapun lagu-lagu yang dimainkan, seperti gending Nong-Nong, Manyar Sebuh, Lan-jalan ataupun Bronto Sewu.
Hingga saat ini di Sumenep Madura, Saronen masih sering dimainkan dalam acara-acara besar. Misalkan seperti dalam penyambutan tamu. Tujuannya bahwa sebagai tuan rumah ingin menunjukkan rasa hormat kepada tamu. (Dari berbagai sumber)