Gunung Penanggungan, juga dikenal dengan Gunung Pawitra. Gunung ini menawarkan keindahan lanskap alam yang memukau. Tak hanya itu, tetapi juga menyimpan kisah-kisah mitologis dan sejarah panjang yang masih hidup dalam ingatan masyarakat sekitar.
Lokasinya berada di antara Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Dengan tinggi 1.653 mdpl, gunung ini memiliki lima jalur pendakian, yaitu jalur Wonosunyo Jolotundo, Kedungudi, Tamiajeng, dan Ngoro.
Gunung ini merupakan destinasi yang memikat bagi para pendaki berkat kombinasi unik antara keindahan alam dan kekayaan sejarahnya. Selain itu, juga memiliki banyak mitos, dan legenda yang masih hidup di masyarakat.
Asal Usul Gunung Penanggungan
Menurut cerita turun-temurun asal-usul Gunung Penanggungan dimulai saat dahulu kala Pulau Jawa dikisahkan belum menetap dan terus bergeser mengikuti arus laut. Untuk menstabilkannya, Batara Guru—sosok dewa tertinggi dalam mitologi Hindu-Jawa—memerintahkan para dewa untuk memotong puncak Gunung Mahameru di India dan membawanya ke Jawa sebagai pemberat.
Awalnya, puncak Mahameru ditempatkan di bagian barat Pulau Jawa. Namun hal itu menyebabkan pulau menjadi miring, sehingga puncak tersebut dipindahkan ke timur dan diletakkan di tempat yang kini dikenal sebagai Gunung Semeru.
Dalam proses pemindahan tersebut, bagian-bagian kecil dari puncak Mahameru berceceran dan berubah menjadi gunung-gunung lain di Pulau Jawa, termasuk Gunung Penanggungan.
Karena kesal dengan kondisi Pulau Jawa yang masih belum stabil, para dewa pun memotong kembali bagian dari puncak Semeru dan melemparkannya ke tempat lain. Potongan inilah yang dipercaya menjadi Gunung Penanggungan.
Baca juga: Belajar Mendaki bagi Pendaki Pemula di Gunung Cilik Wonosobo
Kisah Pertapaan Batara Guru dan Gunung Welirang
Setelah Gunung Penanggungan terbentuk, Batara Guru menjadikannya sebagai tempat bertapa. Ia menjalani pertapaan dengan mandi enam kali sehari, yang menyebabkan seluruh persediaan air di gunung tersebut habis.
Karena kehabisan air, Batara Guru akhirnya berpindah ke gunung di dekatnya—Gunung Kemukus—untuk mandi. Namun, air di sana berbau belerang, sehingga gunung itu kemudian dikenal dengan nama Gunung Welirang.
Hingga kini, para pendaki yang ingin menjelajah Gunung Penanggungan disarankan membawa bekal air sendiri, mengingat daerah ini memang terkenal sulit air. Hal ini dikaitkan dengan cerita pertapaan Batara Guru.
Baca juga: Gunung Prau Dieng dan Legenda Putri Jelita Dewi Kilisuci
Jejak Sejarah dan Cerita Mistis
Gunung Penanggungan tak hanya kaya akan mitos, tetapi juga menjadi saksi bisu peradaban masa lalu. Berdasarkan catatan sejarah seperti Prasasti Cunggrang dan Nagarakretagama, kawasan ini dipercaya sebagai tempat sakral dan pusat spiritualitas pada masa Hindu-Buddha.
Pada abad ke-11, gunung ini dikenal sebagai tempat pertapaan bagi para ksatria Kerajaan Kediri. Bahkan, beberapa versi legenda menyebutkan bahwa Gunung Penanggungan merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi raja-raja Jawa kuno.
Salah satu legenda paling populer yang melekat di gunung ini adalah kisah Putri Ayu Tanding. Ia adalah sosok putri cantik yang diyakini pernah tinggal di Gunung Penanggungan.
Dikenal tidak hanya karena kecantikannya, Putri Ayu Tanding juga dipercaya memiliki kekuatan gaib. Kisahnya sering dikaitkan dengan situs-situs purbakala dan makam yang tersebar di sekitar kaki gunung.
Baca juga: Menilik Keindahan Telaga Menjer, Sejarah dan Legendanya
Destinasi Wisata dan Penelitian Budaya
Meski sarat akan mitos dan misteri, Gunung Penanggungan merupakan kombinasi antara mitos, misteri, sejarah, dan budaya. Di kaki gunung ini terdapat berbagai situs purbakala yang penting.
Diantaranya seperti Pertirtaan Jolotundo, Candi Kendalisodo, dan Candi Lurah. Situs-situs ini menjadi bukti nyata kejayaan masa lalu dan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan