Museum Kailasa merupakan salah satu destinasi wisata sejarah yang penting di kawasan Dieng, Jawa Tengah. Keberadaan museum ini tidak lepas dari berbagai temuan arkeologi yang berkaitan dengan Dieng.
Lokasinya berada di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Museum ini menampilkan sejarah, catatan kehidupan bermasyarakat, kebudayaan, sistem kepercayaan, flora dan fauna.
Awal Berdiri Museum
Menurut Hengky Krisnawan, petugas yang bertanggung jawab mengelola Museum Kailasa mengatakan, awal berdirinya museum ini berawal dari temuan-temuan tentara Belanda pada tahun1800-an. Kala itu, para peneliti dan arkeolog dari Belanda mulai menyelidiki dan menyelamatkan berbagai peninggalan sejarah yang tersebar di kawasan ini.
Pada tahun 1814, wilayah Dieng mulai diteliti pemerintah Belanda. Pada periode tersebut, banyak candi ditemukan dalam kondisi terendam air, sehingga para peneliti mulai melakukan upaya penyelamatan dan pemugaran.
“Tahun 1817, Gubernur Raffles datang kemari untuk menginventaris situs-situs Dieng yang ternyata ada sekitar kurang lebih 400-an situsnya. Dan kemudian setelah itu diulang lagi, tahun 1800 itu mulai datang orang-orang Belanda untuk menyelamatkan kawasan Dieng.” jelas Hengky Krisnawan.
Belanda juga membangun rumah-rumah berarsitektur Eropa di sekitar Dieng untuk para peneliti yang menetap di sana. Salah satu rumah peninggalan Belanda yang berlokasi dekat Puskesmas Dieng Wetan.
Tempat ini difungsikan sebagai tempat penyimpanan arca dan temuan arkeologi lainnya. Seiring waktu, peninggalan-peninggalan ini akhirnya dipindahkan ke museum guna memberikan perlindungan yang lebih baik.

Peresmian Museum Kailasa
Sejak tahun 1970-an, Dieng mulai dikembangkan sebagai destinasi wisata resmi oleh pemerintah. Bangunan pertama museum sendiri didirikan pada tahun 1984. Kemudian, pada tahun 2008, Museum Kailasa diresmikan Jero Wacik, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata saat itu.
Nama “Kailasa” diambil dari Gunung Kailash di India yang diyakini sebagai tempat tinggal para dewa, terutama Dewa Siwa.
“Penamaan museum ini Kailasa, yang artinya tempat persemaian para dewa atau tempat tinggal para dewa, khususnya Dewa Siwa. Karena banyak candi-candi Siwa yang di Dieng.” kata Hengky Krisnawan
Baca juga: Candi Dwarawati, Jejak Sejarah di Tengah Ladang Kentang Dieng
Koleksi Museum Kailasa
Museum Kailasa memiliki koleksi yang kaya dan beragam, mencerminkan sejarah panjang peradaban di Dieng. Bangunan pertama museum menampilkan berbagai temuan artefak yang terdiri dari bagian-bagian candi.
Diantaranya seperti kemuncak, lingga-yoni, hiasan kala dan makara yang biasanya ditemukan di pintu masuk candi. Ada juga relief dinding candi. Relief ini menggambarkan kisah-kisah keagamaan dan mitologi Hindu.
Koleksi arca Siwa, Wisnu, serta arca lainnya yang berasal dari candi-candi di Dieng. Tempat ritual seperti tembayan atau wadah air suci, dan banyak lainnya. Sejumlah temuan terbaru seperti Arca Ganesha dan Arca Ular juga dipajang di museum.
Sementara itu, di bangunan kedua menampilkan artefak dan panel informasi yang lebih beragam. Di pintu masuk sebelah kiri, pengunjung akan disambut dengan pembentukan lingkungan dieng.
Setelah itu berlanjut menampilkan flora-fauna, kehidupan masyarakat Dieng yang terdiri dari aktivitas sehari-hari, pertanian, kepercayaan, dan seni. Museum ini juga menampilkan warisan arkeolog seperti prasati, bagian-bagian candi, cerita Ganesha, Arca khas Dieng dan lainnya.

Fasilitas Museum Kailasa
Museum ini terdiri dari bangunan utama yaitu tempat untuk menyimpan benda-benda cagar budaya. Sekaligus tempat untuk ruang informasi tentang Dieng dan pemutaran film. Museum juga dilengkapi berbagai fasilitas seperti toilet, mushola, café, gazebo, dan tempat parkir.
Teater Museum Dieng Kailasa sendiri memutar beberapa video pendek tentang Dieng. Ada juga film tentang Di Hyang, negeri di atas awan. Kemudian video pendek mengenai sejarah dieng dan budayanya seperti pemotongan rambut anak gimbal, hingga pariwisatanya.
Museum Kailasa buka setiap hari dari jam 07.00 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB. Tiket masuk ke tempat ini Rp5.000 per orang.
Baca juga: Candi Arjuna, Pusat Sejarah Terbesar di Dataran Tinggi Dieng
Upaya Pelestarian dan Edukasi
Museum Kailasa tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda bersejarah, tetapi juga sebagai pusat edukasi bagi masyarakat. Museum ini terus berupaya meningkatkan cara penyampaian informasi sejarah melalui media digital.
Disamping pemutaran film, juga disediakan barcode interaktif untuk akses informasi melalui platform media sosial. Dengan adanya teknologi ini, generasi muda dapat lebih mudah memahami sejarah dan pentingnya melestarikan warisan budaya.
“Kedepannya, otomatis kita akan memutakhirkan teknis edukasinya, dari sisi sains lewat multimedia dan modernisasi digital. Harapannya dengan begitu generasi yang akan datang, mau belajar tentang sejarah dan nenek moyang kita sendiri, agar kita nanti menjadi bangsa yang besar.” pungkas Hengky.