W.S. Rendra, adalah penyair, dramawan, aktor dan sutradara teater legendarisi Indonesia. Melalui karya dan aksinya, ia dijuluki “Si Burung Merak,” karena atraksinya sebagai deklamator penuh pesona
Nama lengkapnya Willibrordus Surendra Broto Rendra, lahir 7 November 1935 di Solo, Jawa Tengah. Rendra lahir dari keluarga seni. Ayahnya adalah seorang guru bahasa Indonesia dan bahasa Jawa sekaligus aktor sandiwara.
Sedangkan ibunya adalah seorang penari serimpi di Keraton Surakarta. Lingkungan yang sarat akan seni ini memupuk kecintaannya pada sastra dan teater sejak dini.
Setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya, Rendra melanjutkan studi di Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Namun, ia tidak menyelesaikan kuliahnya. Tahun 1954 ia memperdalam ilmunya dalam bidang drama dan tari di Amerika dengan beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA).
Karier Sastra dan Teater
Rendra mulai dikenal luas pada tahun 1950-an melalui puisi-puisinya yang kerap diterbitkan di majalah sastra. Pada saat itu puisinya menghiasi berbagai majalah seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru serta lainnya.
Salah satu ciri khasnya adalah gaya bahasanya yang terkenal lugas dan menggugah, dengan tema-tema yang mencerminkan dan dekat dengan realitas sosial masyarakat.
Dari sinilah, kemudian WS Rendra dijuluki “Si Burung Merak”. Hal ini karena cara pembacaan puisi dan penampilannya di atas panggung yang penuh pesona serta flamboyan, bak Burung Merak.
Selain puisi, Rendra juga dikenal sebagai penulis drama yang inovatif. Semenjak SMP dia sudah aktif di teater, drama pertama berjudul “kaki palsu”. Ketika dia masih SMA dramanya “Orang-Orang di Tikungan Jalan” meraih penghargaan.
Drama pertamanya itu mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Penghargaan itu membuatnya kian bergairah berkarya.
Pada tahun 1967, ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta yang sangat terkenal di Indonesia. Bengkel Teater ini masih berdiri dan menjadi basis kegiatan keseniannya. Pada perkembangannya Bengkel Teater dipindahkan Rendra di Depok.
Baca juga: Affandi, Pelukis Maestro dengan 2000 Lukisan
Sastrawan Kritis Visioner
Rendra adalah sastrawan yang berani dan visioner. Karya-karyanya kerap bersifat kritis terhadap kebijakan pemerintah dan ketidakadilan sosial. Selain itu dia juga sering menyuarakan kehidupan kelas bawah, pendidikan dan ketuhanan
Beberapa kumpulan puisinya yang terkenal antara lain, Ballada Orang-orang Tercinta (1957), Potret Pembangunan dalam Puisi (1978), Sajak-sajak Sepatu Tua (1972).
Rendra juga menulis drama, beberapa diantaranya Orang-orang di Tikungan Jalan (1954), Mastodon dan Burung Kondor (1972), Kisah Perjuangan Suku Naga.
Rendra juga menulis film. Pada tahun 1977 ketika sedang menyelesaikan film garapan Sjumanjaya, Yang Muda Yang Bercinta ia dicekal pemerintah Orde Baru. Semua penampilannya dilarang.
Sejak peristiwa itu, dia menyederhanakan namanya menjadi Rendra.
Rendra tercatat menerima berbagai penghargaan bergengsi. Beberapa di antaranya Hadiah Seni dari Pemerintah Indonesia (1970), The S.E.A. Write Award (1996), Penghargaan Ramon Magsaysay Award bidang Jurnalistik, Sastra, dan Komunikasi Kreatif (2006).
Rendra tutup usia pada 6 Agustus 2010 di Depok, Jawa Barat. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi dunia seni dan sastra Indonesia. Namun, warisan karyanya tetap hidup abadi dan terus diapresiasi hingga kini.(Dari berbagai sumber)