Menerbangkan layang-layang tentu sudah menjadi permainan biasa bagi orang Indonesia. Siapapun juga bisa bermain layang-layang. Ini tentu tidak mengherankan karena permainan layang-layang, seperti layang-layang Lake, sudah ada sejak ribuan tahun lalu dan dikenal di setiap lapisan masyarakat serta budaya kita.
Meski demikian, di sejumlah sudut wilayah Indonesia yang memiliki budaya berbeda, layang-layang tak hanya sebuah permainan semata. Salah satunya seperti di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, di mana layang-layang diterbangkan Suku Mandar sebagai tradisi perayaan bagi tibanya Angin Timur yang bertiup dari Australia ke Asia sebagai penanda musim kemarau tiba.
Suku Mandar yang lekat dengan budaya maritim, sudah menerbangkan Layang-Layang yang disebut Lake sejak dahulu kala. Di tradisi Bugis, layang-layang ini disebut dengan Pitu-pitu. Masyarakat Mandar menerbangkan Lake di kawasan persawahan yang baru selesai melewati musim Panen. Festival layang-layang Lake di Suku Mandar marak digelar setiap akhir bulan Agustus.
Masyarakat suku Mandar percaya, ada pesan alam semesta dalam hembusan angin musim timur hingga harus dirayakan dengan menaikan Layang-Layang Lake. Tradisi ini bahkan sudah dilakukan para pendahulu suku Mandar kuno. Ini diketahui dari penemuan dari jejak gambar di sebuah goa purba di Mandar.
Dilahirkan dari relasi antara manusia dengan alam, Lake memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri. Ukuran layang-layang umumnya besar, panjangnya mencapai 7 meter dengan balutan warna dominan Merah, Hitam dan Kuning. Namun bentuknya seragam mirip burung Mandar. Ekor Lake disebut Pata’ yang tampak seperti ekor burung yang menjuntai indah saat terbang mengudara.

Biaya membuat Layang-layang Lake ternyata tidak murah, kisarannya bisa mencapai 3 hingga 5 juta rupiah. Lake terbesar di Mandar bernama Batulaya Wings yang dibuat tahun 2023 bahkan menelan biaya 20 juta rupiah. Memiliki lebar 7,5 meter dan panjang 22 meter, Batulaya Wings telah memecahkan rekor dunia Layang-Layang Lake yang bisa terbang mengangkasa.
Di atas semua aspek dari bahan-bahan dan proses pembuatannya, Lake dimaknai sebagai ilustrasi manusia yang menari kegirangan menyambut musim baru saat deru angin musim timur menyapu angkasa biru. Sementara makna terdalamnya, para leluhur Suku Mandar sudah memiliki naluri dan intuisi untuk membaca tanda-tanda alam yang sudah diasah perjalanan jaman yang panjang.
Saat ini, masyarakat Suku Mandar masih merayakan datangnya Angin Timur dengan menerbangkan Layang-Layang. Selain tradisi juga menjadi penghormatan terhadap leluuhur mereka yang telah mengajari ilmu klimatologi tanpa teknologi.
Liputan terkait Layang-layang Lake ini dapat Anda saksikan di Youtube: Emmanus TV :