Pada acara KTT ke-42 ASEAN yang berlangsung dari 9 hingga 11 Mei 2023 di Labuan Bajo, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), berbagai budaya khas NTT diperkenalkan kepada para pemimpin negara ASEAN. Dari kain tenun, tarian, hingga alat musik tradisional, semuanya berhasil memukau perhatian.
Salah satu yang menarik perhatian adalah Sasando, alat musik khas dari NTT yang berasal dari Pulau Rote. Dari segi desain, Sasando sudah pasti mencuri perhatian. Alat musik petik ini memiliki bentuk setengah lingkaran yang terbuat dari daun lontar yang melengkung.
Dari segi suara, resonansi yang dihasilkan oleh daun lontar memberikan karakteristik suara yang unik, tidak bisa ditemukan pada alat musik lainnya. Petikan Sasando menghasilkan melodi yang indah dan romantis. Keunikan bentuk, bahan, dan melodi ini membuatnya menjadi sorotan dalam KTT ke-42 ASEAN.
Sebelum tampil dalam KTT ASEAN, Sasando telah mendapat pengakuan internasional setelah tampil di salah satu acara sampingan G20 di Labuan Bajo pada tahun 2022. Di acara Spouse Program tersebut, yang dihadiri oleh 19 anggota G20, 6 negara undangan, dan 9 organisasi internasional, Sasando dijadikan cendera mata yang diberikan oleh Ibu Iriana Joko Widodo kepada Ibu Negara Tiongkok, Madam Peng Liyuan.
Melihat sejarahnya, popularitas Sasando di dunia tak lepas dari kontribusi Djitron Pah, yang memperkenalkan alat musik ini melalui ajang Asia’s Got Talent pada tahun 2015. Berkat penampilannya, Djitron Pah berhasil membawa Sasando ke pentas dunia melalui serangkaian tur ke berbagai negara seperti Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Belanda, Italia, Finlandia, Jerman, dan Taiwan.
Sasando memang layak menjadi sorotan dunia. Namun, ketika kita menggali lebih dalam, terdapat beberapa jenis Sasando yang terkenal. Setidaknya, ada tiga jenis Sasando yang populer: Sasando gong, Sasando biola, dan Sasando elektrik.
- Sasando Gong
Sasando gong berasal dari Pulau Rote dan merupakan bentuk autentik dengan 12 dawai dari tali senar nilon. Ketika dipetik, suara yang dihasilkan lembut dan merdu. Jenis ini sering digunakan untuk mengiringi lagu-lagu tradisional masyarakat Rote.
- Sasando Biola
Sasando biola mulai dikenal di Kupang pada akhir abad ke-18. Alat musik ini adalah hasil modifikasi dari Edu Pah, seorang ahli Sasando. Dengan ukuran yang lebih besar dan 48 dawai, Sasando biola menghasilkan suara halus dan merdu, mirip dengan biola. Biasanya, jenis ini digunakan untuk mengiringi tarian tradisional NTT.
- Sasando Elektrik
Jenis ini diciptakan oleh Arnoldus Edon pada tahun 1960-an untuk menjangkau pendengar yang lebih jauh, mengingat Sasando tradisional hanya bisa dinikmati dari jarak dekat. Sasando elektrik umumnya terdiri dari 30 dawai, dengan badan tetap menggunakan daun lontar untuk mempertahankan bentuk aslinya. Perbedaannya terletak pada spul atau transduser yang mengubah getaran dawai menjadi energi listrik, kemudian masuk ke dalam amplifier untuk menghasilkan suara yang lebih kencang. (Achmad Aristyan – kemenparekraf.go.id)