Sebuah patung biawak raksasa di Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, belakangan ini mencuri perhatian publik.
Patung yang tampak realistis dan menjulang di tepi jalan ini bukan sekadar karya seni biasa. Ia menyimpan jejak sejarah desa dan menjadi simbol kebangkitan Karang Taruna setempat dalam melestarikan lingkungan sekaligus membangun identitas lokal.
Ifan Shofia, Pembina Karang Taruna Pemuda Menyawak Desa Krasak, menjelaskan bahwa patung biawak tidak dibuat secara sembarangan.
“Terciptanya patung biawak ini tidak lepas dari sejarah desa kami,” ujarnya saat ditemui dalam sebuah wawancara pada Rabu (23/4/2025).
Bupati Wonosobo Apresiasi TP PKK dalam Pembangunan Keluarga Berkualitas
Menurut Ifan, nama “Krasak” sendiri berasal dari suara gemerisik yang terdengar kala rombongan kerajaan dulu beristirahat di kawasan ini.
“Berdasarkan cerita dari para sesepuh, konon dahulu kala ada rombongan kerajaan yang tengah beristirahat di wilayah sini. Tiba-tiba terdengar suara ‘krasak-krasak’ dari seekor biawak. Karena suara itu unik, maka wilayah ini disebut Krasak,” tuturnya.
Biawak bukan hanya simbol sejarah, tapi juga bagian dari ekosistem lokal. Hewan ini merupakan satwa endemik yang dulunya kerap terlihat di sekitar pemukiman warga.
Namun, perburuan liar membuat populasinya menurun drastis.
Dari keprihatinan itu, Karang Taruna setempat mengambil langkah nyata.
“Tepat pada 5 Juni 2024, saat peringatan Hari Lingkungan Hidup, kami mengadakan acara tingkat kabupaten. Dari situ muncul inisiasi dari Karang Taruna untuk menjadikan patung biawak sebagai ikon desa,” ungkap Ifan.
Ia menambahkan bahwa nama “Menyawak” yang melekat pada ikon juga merujuk pada jembatan bersejarah peninggalan masa kolonial Belanda yang masih berdiri di desa ini.
Ide itu mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah kabupaten.
Pembuatan patung kemudian dipercayakan kepada Rejo Arianto, seniman lokal asal Gubragan, Mojotengah. “Proses pengerjaan memakan waktu sekitar satu setengah bulan,” kata Ifan.
Meski sempat muncul isu bahwa anggaran pembuatan patung mencapai Rp50 juta, pihak Karang Taruna menegaskan mereka hanya sebagai penerima manfaat.
Dana pembangunan berasal dari gotong royong warga, CSR BUMD, dan bukan dari APBD. “Warga secara bergiliran membantu penyediaan logistik,” tambahnya.
Pemilik Warung Legendaris Gunung Lawu Mbok Yem Meninggal Dunia
Yang menarik, patung ini mulai viral di media sosial bahkan sebelum pembangunannya selesai sepenuhnya.
Kini, kawasan sekitar patung semakin ramai pengunjung yang datang untuk berfoto dan menikmati suasana.
Ifan pun berharap ikon baru ini mampu membawa manfaat jangka panjang bagi masyarakat. “Harapan kami, viralnya patung ini bisa meningkatkan perekonomian warga, sekaligus memicu pemberdayaan pemuda di bidang ekonomi kreatif,” pungkasnya.
Dengan akar sejarah yang kuat dan dukungan komunitas yang kokoh, patung biawak Menyawak bukan hanya menjadi destinasi foto-foto baru di Wonosobo, tetapi juga simbol kebangkitan identitas desa yang berangkat dari kisah masa lalu.