Indonesia kaya akan beragam kuliner tradisional, dan salah satu yang sangat khas berasal dari suku Batak di Sumatera Utara. Naniura, yang sering disebut sebagai “sashimi ala Batak,” merupakan hidangan ikan mentah yang diolah dengan cara unik dan menjadi salah satu sajian istimewa di kalangan masyarakat Batak.
Asal Usul Naniura
Secara tradisional, naniura adalah ikan yang tidak dimasak, tetapi direndam dalam air jeruk jungga. Ikan mas adalah bahan utama dalam hidangan ini, selain berbahan ikan nila berukuran kecil.
Marinasi dengan jeruk jungga ini membuat ikan menjadi matang secara perlahan, menghilangkan bau amis, serta memberikan rasa segar yang khas. Sebagai tambahan, bumbu-bumbu tradisional seperti andaliman (merica Batak), kecombrang, bawang merah, dan cabai merah digunakan untuk memperkaya cita rasa, memberikan rasa gurih, pedas, dan asam.
Melansir dari indonesiakaya.com, naniura berarti ikan yang tidak dimasak dalam bahasa Batak. Namun, meski tidak dimasak dengan cara tradisional, proses persiapannya membutuhkan waktu cukup lama, antara 4 hingga 6 jam, karena ikan harus direndam hingga meresap dengan sempurna.
Baca juga:Kapal Pinisi, Daya Tarik Wisata Warisan Maritim Indonesia
Bumbu-bumbu Khas
Salah satu bahan penting dalam pembuatan naniura adalah andaliman, sejenis merica khas Batak yang memberikan rasa pedas dan aroma khas. Selain andaliman, jeruk jungga berperan penting untuk menghilangkan bau amis pada ikan serta memberi rasa asam yang segar pada hidangan ini.
Kecombrang, atau rias, juga digunakan dalam pembuatan naniura. Kecombrang memiliki aroma yang sangat harum, yang tidak hanya memperkaya rasa tetapi juga mengurangi bau amis dari ikan.
Bumbu-bumbu lain seperti kunyit, kemiri, jahe, dan lengkuas turut menyumbangkan rasa dan aroma yang membangkitkan selera makan. Keistimewaan dari naniura terletak pada kesederhanaan bahan dan cara memasaknya yang alami, tetapi menghasilkan cita rasa yang khas.
Baca juga: Huta Siallagan, Pesona Budaya Batak Di Tepi Danau Toba
Budaya Batak
Dahulu Naniura kerap disajikan dalam acara-acara adat, terutama saat perayaan besar atau sebagai persembahan kepada raja. Hidangan ini tidak bisa sembarangan dibuat, hanya orang-orang tertentu yang memiliki keahlian dalam menyiapkannya.
Meski demikian, kini naniura sudah menjadi sajian yang bisa dinikmati siapa saja, baik di rumah makan khas Batak atau sebagai hidangan rumahan yang hangat di berbagai keluarga Batak. Selain cita rasa yang unik, naniura juga memiliki makna budaya yang mendalam.
Dalam lagu daerah Batak yang berjudul “Tabo Do Dekke Naniura” (Ikan yang Diasami Itu Rasanya Enak), kelezatan naniura menjadi simbol kebanggaan kuliner Batak yang diwariskan turun-temurun. Lagu ini mencerminkan betapa pentingnya hidangan ini dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Batak. (Diolah dari berbagai sumber)